Makalah Anemia Ibu Hamil



BAB 1
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Kondisi kesehatan ibu saat hamil akan menentukan sehat-tidaknya pertumbuhan janin. Tetapi sebenarnya, kehamilan itu sendiri mampu menjadi penyebab turunnya daya tahan ibu yang kemudian memicu munculnya beberapa penyakit. Tidak sedikit wanita hamil mengalami perdarahan. Kondisi ini terjadi di awal masa kehamilan (trimester pertama), tengah semester (trimester kedua) atau bahkan pada masa kehamilan tua (trimester ketiga). Perdarahan pada kehamilan merupakan keadaan yang tidak normal sehingga harus diwaspadai karena perdarahan ini mampu menimbulkan penyakit atau gangguan lain seperti Anemia.

Anemia ialah suatu keadaan yang menggambarkan kadar hemoglobin atau jumlah eritrosit dalam darah kurang dari nilai standar (normal). Seorang wanita hamil yang memiliki Hb < 11gr% dapat disebut penderia anemia dalam kehamilan. Pemeriksaan hemoglobin harus menjadi pemeriksaan darah rutin selama pengawasan antenatal. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan atau paling sedikit 1 kali pada pemeriksaan pertama pada triwulan pertama dan sekali lagi pada triwulan akhir.
 Anemia pada ibu hamil merupakan masalah kesehatan terkait dengan insidennya yang tinggi dan komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu maupun pada janin. Di dunia 34 % ibu hamil dengan anemia dimana 75 % berada di negara sedang berkembang (WHO, 2005 dalam Syafa, 2010). Di Indonesia, 63,5 % ibu hamil dengan anema (Saifudin, 2006), di Bali 46, 2 % ibu hamil dengan anemia (Ani dkk., 2007), dan di RSUD Wangaya Kota Denpasar 25, 6 % ibu hamil aterm dengan anemia (CM RSUD Wangaya, 2010). Selain itu, diperkirakan ada 40% wanita Eropa yang simpanan zat besinya kurang untuk menyelesaikan kehamilan serta kelahiran anaknya, dan separuh di antaranya mengalami anemia ( Milman et al, 1999 ). Kadar hemoglobin di bawah 8 gram/ 100 ml pernah disertai dengan peningkatan risikoensefalopati neonatal di negara – negara berkembang ( Ellis et al, 2000 ). Konsentrasi feritin serum yang rendah, khususnya dalam trimester pertama, pernah berkaitan dengan peningkatan vaskularisasi serta ukuran plasenta, retardasi pertumbuhan intrauteri dan berat lahir yang rendah ( Hindmarsh et al, 2000). Ibu hamil dengan anemia sebagian besar sekitar 62,3 % berupa anemia defisiensi besi (ADB) .
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa saja gangguan pada kehamilan?
2.      Apa pengertian anemia pada kehamilan?
3.      Apa saja macam anemia pada kehamilan?
4.      Apa saja penyebab anemia pada kehamilan?
5.      Bagaimana terapi anemia menggunakan zat besi pada ibu hamil?

C.    TUJUAN
1.      Mengetahui apa saja gangguan pada kehamilan.
2.      Mengetahui pengertian anemia pada kehamilan.
3.      Mengetahui apa saja macam anemia pada kehamilan.
4.      Mengetahui penyebab anemia pada kehamilan.
5.      Mengetahui bagaimana terapi anemia pada ibu hamil.














BAB II
PEMBAHASAN
A.    GANGGUAN – GANGGUAN PADA KEHAMILAN
1.      Hipertensi Karena Kehamilan
Adalah hipertensi yang disebabkan atau muncul selama kahamilan
1).     Terjadi pertama kali sesudah kehamilan 20 minggu, selama persalinan dan 48 jam pasca persalinan.
2).     Lebih sering pada primigravida
3).     Risiko meningkat pada :
a.    Masa plasenta besar (gamelli, penyakit trofoblas)
b.   Diabetes mellitus
c.    Faktor herediter
d.   Masalah vaskuker
4).     Ditemukan tanpa protein dan oedema, tekanan darah meningkat.
5).     Kenaikan tekanan diastolik 15 mmhg atau > 90 mmhg dalam pengukuran berjarak 1 jam atau tekanan diastolik sampai 110 mmhg.
Penanganan :
1).    Pantau tekanan darah, proteinuria, reflek dan kondisi janin
2).    Jika tekanan darah meningkat tangani sebagai preeklampsia
3).    Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat, rawat dan pertimbangan terminasi kehamilan.
2.      Anemia Dalam Kehamilan
Anemia ialah suatu keadaan yang menggambarkan kadar hemoglobin atau jumlah eritrosit dalam darah kurang dari nilai standar (normal).
Ukuran haemoglobin normal :
1)      Laki-laki sehat mempunyai Hb: 14 gram – 18 gram
2)      Wanita sehat mempunyai Hb: 12 gram – 16 gram
Tingkat pada anemia :
1)      Kadar Hb 8 gram – 10 gram disebut anemia ringan
2)      Kadar Hb 5 gram – 8 gram disebut anemia sedang
3)      Kadar Hb kurang dari 5 gram disebut anemia berat
Pada kehamilan jumlah darah bertambah banyak, yang disebut hidremia dan hipervolemia pertambahan dari sel-sel darah kurang, bila dibanding dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Pertambahan tersebut berbanding sebagia berikut:
Plasma 30 %, sel darah 18% dan haemoglobin 19%.
Proses bertambahnya jumlah darah dalam kehamilan sudah mulai sejak kehamilan umur 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32-36 minggu.
2.3           Penyakit Jantung
              Kehamilan dan penyakit jantung akan saling mempengaruhi pada individu yang bersangkutan. Kehamilan akan memberatkan penyakit jantung. Sebaliknya, penyakit jantung akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembanganjanin dalam kandungan, lain halnya pada kehamilan dengan jantung yang normal. Tubuh dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan sistem jantung dan pembuluh darah. Jika seorang wanita hamil mengidap penyakit jantung akan terjadi perubahan-perubahan berikut:
1.      Meningkatnya volume jantung, yang dimulai sejak kehamilan 8 minggu dan mencapai puncaknya pada kehamilan 32 minggu, lain menetap. Kondisi ini bertujuan untuk mencukupi kebutuhan tubuh ibu dan janin yang dikandungnya.
2.      Jantung dan diafragma (sekat rongga dada) terdorong ke atas karena pembesaran rahim.
Dengan demikian, cukup jelas bahwa kehamilan dapat memperberat penyakit jantung.
2.4       Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus pada kehamilan adalah intoleransi karbohidrat ringan (toleransi glukosa terganggu) maupun berat (DM), terjadi atau diketahui pertama kali saat kehamilan berlangsung. Definisi ini mencakup pasien yang sudah mengidap DM (tetapi belum terdeteksi) yang baru diketahui saat kehamilan ini dan yang benar-benar menderita DM akibat hamil.
2.5         BBLR
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) adalah neonatus dengan berat  badan saat lahir kurang dari 2500 gr. Dahulu disebut dengan prematur, Pada tahun 1961 (WHO) semua bayi yang baru lahir kurang atau sama dengan 2500 gr disebut Low Birt Weightinfant atau disebut dengan BBLR .
B.     PENGERTIAN ANEMIA PADA KEHAMILAN
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar hemoglobin < 10,5 gr% pada trimester II ( Depkes RI, 2009 ). Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika konsentrasi hemoglobin kurang dari 10,50 sampai dengan 11,00 gr/dl (Varney, 2006 )
C.    MACAM – MACAM ANEMIA PADA KEHAMILAN
Macam Anemia Dalam Kehamilan
1)      Anemia defisiensi besi (62,3%)
Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai adalah anemia akibat kekurangan besi. Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurangnya masukan unsur besi dalam makanan karena gangguan resorpsi, gangguan penggunaan atau karena terlampau banyaknya besi keluar dari badan, misalnya karena perdarahan. Kebutuhan zat besi bertambah dalam kehamilan, terutama dalam trimester terakhir. Apabila masuknya zat besi tidak ditambah, maka akan mudah terjadi anemia defisiensi besi, lebih-lebih pada kehamilan kembar

Pencegahan :
Didaerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya wanita hamil diberi sulfasferosus cukup 1 tablet sehari. Selain itu wanita dinasehatkan pula untuk makan lebih banyak protein dan sayur –sayur yang banyak mengandung mineral dan vitamin

2)      Anemia megaloblastik (29,0%)
Biasanya berbentuk makrositik atau pernisiosa. Terjadi akibat kekurangan asam folat, jarang sekali akibat karena kekurangan Vitamin B12. Biasanya karena malnutrisi dan infeksi yang kronik.

Penanganan :
a.    Pemberian asam folat, biasanya bersamaan dengan pemberian Sulfas ferosus
b.   Diet makanan yang bergizi (tinggi kalori dan protein)
Ditemukan pada wanita yang tidak mengkonsumsi sayuran segar atau kandungan protein tinggi

3)      Anemia hipoplastik (8,0%)
           Disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel-sel darah merah baru. Untuk diagnosis diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan darah tepi lengkap, pemeriksaan pungsi sternal, pemeriksaan retikulosit, dan lain-lain.
           Terapi dengan obat-obatan tidak memuaskan, mungkin pengobatan yang paling baik yaitu tranfusi darah, yang perlu sering diulang.

4)      Anemia hemolitik (sel sickle) (0,7%)
           Disebabkan penghancuran / pemecahan sel darah merah yang langsung  cepat dari pembuatannya. Misalnya disebabkan karena malaria, racun ular.
           Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil. Apabila ia hamil maka anemianya biasanya menjadi lebih berat. Sebaliknya mungkin pula bahwa kehamilan menyebabkan krisis hemolitik pada wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia.
           Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital.
           Pengobatan bergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya, bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obatan penambah darah. Namun, pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini memberi hasil. Maka darah berulang dapat membantu penderita ini.






D.    PENYEBAB ANEMIA PADA KEHAMILAN
Penyebab anemia umunya adalah kurang gizi, kurang zat besi, kehilangan darah saat persalinan yang lalu, dan penyakit – penyakit kronik (Mochtar, 2004). Dalam kehamilan penurunan kadar hemoglobin yang dijumpai selama kehamilan disebabkan karena pada saat  kehamilan keperluan zat makanan bertambah dan terjadi perubahan-perubahan dalam darah seperti, penambahan volume plasma yang relatif lebih besar daripada penambahan massa hemoglobin dan volume sel darah merah. Pertambahan darah yang banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Namun bertambahnya sel-sel darah tersebut kurang jika dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Di mana pertambahan tersebut dapat dilihat sebagai berikut : plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%.
Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita hamil tersebut. Pengenceran ini meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia tersebut, keluaran jantung (cardiac output) juga meningkat. Kerja jantung ini lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik (Wiknjosastro, 2005 ). Selama hamil volume darah meningkat 50 % dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat sedikit menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ini lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari uteroplasenta. Ketidakseimbangan antara kecepatan penambahan plasma dan penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak pada trimester kedua ( Smith et al., 2010 ). Wanita hamil cenderung terkena anemia pada triwulan III karena pada masa ini janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai persediaan bulan pertama setelah lahir ( Sin sin, 2008).
Pada penelitian Djamilus dan Herlina (2008) menunjukkan adanya kecenderungan bahwa semakin kurang baik pola makan, maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia. Faktor umur merupakan faktor risiko kejadian anemia pada ibu hamil. Umur seorang ibu berkaitan dengan alat – alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20 – 35 tahun. Kehamilan diusia < 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan anemia karena pada kehamilan diusia < 20 tahun secara biologis belum optimal emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat – zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini. Hasil penelitian didapatkan bahwa umur ibu pada saat hamil sangat berpengaruh terhadap kajadian anemia (Amirrudin dan Wahyuddin, 2004).
Ibu hamil yang kurang patuh mengkonsumsi tablet Fe mempunyai risiko 2,429 kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang patuh konsumsi tablet Fe (Jamilus dan Herlina 2008 ). Kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe diukur dari ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi tablet Fe, frekuensi konsumsi perhari. Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi anemia, khususnya anemia kekurangan besi. Suplementasi besi merupakan cara efektif karena kandungan besinya yang dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat mencegah anemia karena kekurangan asam folat (Depkes, 2009).
Konsumsi tablet besi sangat dipengaruhi oleh kesadaran dan kepatuhan ibu hamil. Kesadaran merupakan pendukung bagi ibu hamil untuk patuh mengkonsumsi tablet Fe dengan baik. Tingkat kepatuhan yang kurang, sangat dipengaruhi oleh rendahnya kesadaran ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi, inipun besar kemungkinan mendapat pengaruh melalui tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan. Kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi tablet besi tidak hanya dipengaruhi oleh kesadaran saja, namun ada beberapa faktor lain yaitu bentuk tablet, warna, rasa dan efek samping seperti mual, konstipasi (Simanjuntak, 2004).
Pemeriksaan Antenatal adalah pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan janinnya oleh tenaga profesional meliputi pemeriksaan kehamilan sesuai dengan standar pelayanan yaitu minimal 4 kali pemeriksaan selama kehamilan, 1 kali pada trimester satu, 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III. Dengan pemeriksaan antenatal kejadian anemia pada ibu dapat dideteksi sedini mungkin sehingga diharapkan ibu dapat merawat dirinya selama hamil dan mempersiapkan persalinannya. Namun dalam penelitian Amirrudin dan Wahyuddin ( 2004 ) menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemeriksaan ANC dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi. Karena selama hamil zat – zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil, ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai risiko 1.454 kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang paritas rendah ( Djamilus dan Herlina, 2008) Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia. Hal ini dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat gizi belum optimal, sudah harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandung ( Wiknjosastro, 2005; Mochtar, 2004). Jarak kelahiran mempunyai risiko 1,146 kali lebih besar terhadap kejadian anemia ( Amirrudin dan Wahyuddin, 2004)

E.   TERAPI ANEMIA PADA IBU HAMIL
Zat Besi
Zat besi merupakan mineral yang diperlukan untuk semua sistem biologi di dalam tubuh. Besi merupakan unsur esensial untuk sintesis hemoglobin, sintesis katekolamin, produksi panas dan sebagai komponen enzim-enzim tertentu yang diperlukan untuk produksi adenosin trifosfat yang terlibat dalam respirasi sel. Zat besi disimpan dalam hepar, lien dan sumsum tulang. Sekirtar 70% zat besi yang berada di dalam tubuh berada di hemoglobin dan 30% nya dalam mioglobin (simpanan oksigen intra muskuler) defisiensi zat besi akan mengakibatkan anemia yang menurunkan jumlahmaksimal oksigen yang dapat dibawa oleh darah. Seorang wanita yang mengalami anemia biasanya tampak sangat letih kehilangan selera makan dan merasa tidak mampu untuk mengatasi berbagai masalah. Tanpa diobati penyakit anemia akan berlanjut pada keadaan gagal jantung. Karena itu kita harus menyadari bahwa gejala sesak napas dan takikardia dapat disebabkan oleh anemia dan tidak selalu berhubungan dengan kehamilan ibu.
Jumlah zat besi yang diserap akan bergantung pada sejumlah faktor seperti kandungan makanan, simpanan zat besi dalam tubuh, kecepatan produksi sel darah merah dan apakah paien meminum suplemen zat besi atau tidak. (Stabless,1999)
Pada orang sehat, kehilangan zat besi dari tubuh adalah 1-2 mg perhari. Zat besi yang hialang ini akan diganti oleh asupan zat besi rata-rata perhari yang dinegara maju berkisar sekitar 15-20mg. Sumber zat besi yang baik meliputi daging merah, telur, jenis sayuran tertentu (seperti bayam) dan sereal atau biji-bijian yang utuh. Sebagian besar zat besi yang terdapat di dalam makanan memiliki bentuk feri ( ). Sekret lambung akan melarutkan zat besi dari makanan sehingga mempermudah proses reuksi menjadi bentuk fero ( ). Proses ini merupakan proses fisiologi yang penting karena zat besi  hanya dapat diserap dalam bentuk fero. Normalnya penyerapan zat besi akan diatur dengan teliti sehingga jumlah zat besi yang diserap hanya cukup untuk menggantikan zat besi yang hilang. Tiga hingga sepuluh persen dari asupan zat besi setiap harinya akan diserap. Penyerapan ini terutama berlangsung dalam duodenum bagian proksimal tempat sel-sel mukosa mengatur efisiensi penyerapan besi.
Jika simpanan zat besi dalam tubuhnya rendah, penyerapan akan meningkat hingga 30% atau bak=hkan hingga 70% pada kehmilan yang lanjut ketika zat besi yang diekstraksi oleh sel-sel mukosa usus dengan proporsi yang lebih besar diangkut oleh mekanisme pembawa kedalam plasma darah, zat besi akan terikat oleh protein pengangkutan yaitu transferin. Sebagian besar zat besi disimpan dalam sel sebagai feritin. Feritin merupakan bentuk simpanan zat besi didalam jaringan, dan ditemukan dalam sel sel yang melapisis usus, hati, lien serta sumsum tulang. Pengangkutan kadar feritin serum menghasilkan suatu indeks simpanan besi di dalam jaringan. Untuk memperbaharui simpanan zat besi tersebut diperlukan asupan zat besi oral secara kontinu selama beberapa bulan setelah konsentrasi hemoglobin diperbaiki. (Smith, 1997)
Keseimbangan zat besi diatur oleh penyerapannya tetapi tidak ada mwkanismw yang sederhana untuk mengatur eliminasi zat besi. Eliminasi zat besi terutama bergantung pada rontoknya sel-sel mukosa yang melapisi usus. Karena itu pemberian zat besi yang berlebihan kepada orang yang rentan akanmenimbulkan kelebihan zat besi yang dinamakan hemosiderosis/hemokromatosis. Di Eropa terdapat 12-13% wanita yang heterozigus dan 0,3-0,5% homozigus untuk gen hemokromatis. Jika pada wanita ini mengkonsumsi zat besi (dalam bentuk tablet) dengan dosis yang tinggi mereka akan menglami kelebihan beban zat besi yang akan merusak hati dan pankreas. (Milman et al,1999). Beberpa penyelidikan yang dilakukan baru baru ini menunjukan bahwa gen-gen ini meningkatkan kerentanan terhadap kelebihan beban zat besi pada gagal ginjal. (Fernandez,2000)
Zat  Besi Pada Kehamilan
            Ekstra zat besi  diperlukan pada kehamilan. Kebutuhan zat besi pada kehamilan dengan janin tunggal adalah :
200-600 mg untuk memenuhi peningkatan massa sel darah merah
200-370 mg untuk janin yang bergantung pada berat lahirnya
150-200 mg untuk kehilangan eksternal
30-170 mg untuk tali pusat dan plasenta
90-310 mg untuk menggantikan darah yang hilang saat melahirkan
            Dengan demikian , kebutuhan total zat besi pada kehamilan berkisar  antara 580-1340 mg, dan 440-1050 mg di antaranya akan hilang dalam tubuh ibu pada saat melahirkan (Hillman, 1996)
            Untuk mengatasi kehilangan ini, ibu hamil memerlukan rata-rata 3,5-4 mg zat besi per hari. Kebutuhan ini akan meningkat secara segnifikan dalam trimester terakhir, yaitu dari rata-rta 2,5 mg / hari pada awal kehamilan menjadi 6,6 mg / hari (Letsky & Warwick, 1994). Zat besi yang tersedia  dalam makanan berkisar dari 0,9 hingga 1,8 mg / hari dan ketersediaan ini bergantung pada kecukupan dietnya. Karena itu, pemenuhan kebutuhan pada kehamilan memerlukan mobilitas simpanan zat besi dan peningkatan absorbsi zat besi. Meskipun absorbs zat besi meningkat cukup besar selama  kehamilan ( Barrett et al, 1994), namun bila kehamilan yang satu dengan yang lain memiliki jarak yang cukup dekat dan / atau bila simpanan zat besi nya rendah, maka asupan zat besi yang cukup  hanya dapat dipenuhi lewat suplementasi. Hanya pada keadaan yang sangat eksterm, bayi akan lahir dengan defisiensi zat besi.
Laktasi juga meningkatkan kebutuhan zat besi, jika seorang ibu mengalami penipisan zat besi postpartum, bayinya mungkin memerlukan terapi  prifilaksis zat besi. Bayi dengan berat yang rendah, khususna yang dilahirkan lewat bedah Caesar, dapat membutuhkan suplemen zat besi. Anemia pada anak-anak pernah disertai dengan kesulitan perilaku dan belajar (Hillman, 1996).

Anemia pada kehamilan
            Meskipun kebutuhan harian zat besi mengalami peningkatan pada kehamilan, suplementasi rutin zat besinya tidak diperlukan jika wanita tersebut tampak aktif, memiliki gizi yang baik akann dan makan makanan yang bergizi seimbang. Namun demikian, kekurangan zat besi merupakan penyakit defisiensi zat besi, tablet oral suplemen zat besi dapat diberikan karena tidak ada bukti bahwa pemberian suplemen tersebut dengan dosis terapeutik akan membahayakan janin yang sedang tumbuh  (lihat implikasi dalam praktik)
            Diperkirakan ada 40 persen wanita Eropa yang simpanan zat besinya kurang untuk menyelesaikan kehamilan serta kelahiran anaknya, dan separuh di antaranya mengalami anemia (Milman et al, 1999). Kadar hemoglobin  di bawah 80 gram / 100 ml pernah disertai dengan peningkatan resiko ensofalopati neonatal di Negara- Negara berkembang (Ellis et al, 2000) Konsentrasi felitin serum yang rendah, khususnya dalam trimester pertama, pernah berkaitan dengan peningkatan vaskularisasi serta ukuran plasenta, reterdasi pertumbuhan intrauteri dan berat lahir yang rendah (Hindamarsh et al< 2000)
            Diagnoosis anemia pada kehamilan akan dipersulit oleh peurbahannorma pada indicator hematologi.
            Sintesis transferin ( protein pengangkut ) meningkat sehingga terjadi penurunan saturasi transferin.
            Produksi feritin ( bentuk simpanan zat besi ) menurun, hasil pengukuran dibawah 12 mikrogram / liter dianggap sebagai indikasi defisiensi zat besi pada kehamilan (Long, 1995: Milman et al, 1999) (kadar pada wanita dewasa yang tidak hamil berkisar 15-200 mikrigram/liter) Akan tetapi , Barret et al (1994) melaporkan adanya hasil pengukuran yang rendah, yaitu 4 mikrigram/liter, pada kehamilan lanjut tanpa gejala klinik yang membuktikan adanya anemia.
            Hemodilusi meningkat, sirkulasi darah menjadi dua kali lipat, sementara massa sel darah merah meningkat sebesar 25 persen. Pada kehamilan lanjut, nilai hemoglobin antara 9,6 dan 14,5g/100ml dianggap berada dalam batas-batas normal. ( Milman et al,  1999) Namun demikian, criteria yang lebih ketat lagi harus diambil pada wanita yang merokok atau hidup di tempat tinggi ( Van Way, 1999).
Tablet zat besi
            Tablet sulfas ferosus yang dikeringkan merupakan parasit yang paling sering diberikan di Inggris (UK) karena tablet ini dianggap sama efektifnya seperti produk lainnyaa dan juga lebih murah. Tablet fero fumarat mengandung zat besi dengan proposi yang sama dan mungkin memberikan efek samping yang lebuh sedikit . Tablet fero glukonas mengandung zat besi dengan jumlah yang lebih sedikit dan akibatnya lebih jarang menimbulkan efek samping gastrointensial (Malseed et al, 1995)
Bagaimana tubuh mengenali zat besi
Absorpsi zat besi mengalami peningkatan jika terdapat asam di dalam lambung. Keberadaan asam ini dapat ditingkatankan dengan :
  • Minum tablet zat besi dengan makan daging atau ikan yang menstimulasi produksi asam lambung ;
  • Memberikan tablet zat besi bersama tablet asam askorbat (vitaminC) 200 mg atau bersama jus jeruk ;
  • Memberikan tablet zat besi bersama alkohol (pada kehamilan tidak dianjurkan).
Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air dan jarang bertumpuk di dalam tubuh. Akan tetapi, penggunaan vitamin C dengan dosis tinggi dapat menyebabkan batu ginjal atau memicu krisis sel sabit pada organ yang rentan. Hasil pemeriksaaan glukosa dapat dkaburkan dengan penggunaan vitamin C dosis tinggi. Karena itu, dosis 200 mg hingga maksimal 500 mg/hari merupakan dosis yang dianjurkan untuk diberikan bersama tablet zat besi (Spencer et al, 1993b). Aklorhidria relatif [glosarium] pada kehamilan tidak dilaporkan sebagai keadaan yang mengganggu absorpsi zat besi. Kendati demikian, sebagai wanita dengan defisiensizat besi tidak memeberikan respons terhadap tablet oral zat besi. Usus hanya mampu menyerap 40-60 mg zat besi/hari, bahkan pada penderita anemia yang paling berat sekalipun. Dosis yang lebih tinggi hanya meningkatkan efek samping gastrointestinal.
Efek samping terapi zat besi
Peningkatan absorpsi zat besi dapat menamnbah intensitas efek samping yang dialami pasien (Smith, 1997).
Efek samping gastrointestinal
Suplemen oral zat besi dapat menyebabkan mual, muntah, kram lambung, nyeri uluhati, dan konstipasi (kadang-kadang diare). Namun, derajat mual yang ditimbulkan oleh setiap preparat bergantung pada jumlah elemen zat besi yang diserap. Takaran zat besi di atas 60 mg (200 mg sulfas ferosus kering) dapat menimbulkan efek samping yang tidak bisa diterima pada ibu hamil sehingga terjadi ketidakpatuhan dalam pemakaian obat (Shatrugna et al, 1999).
Minum tablet zat besi pada saat makan atau segera sesudah makan dapat mengurangi gejala mual yang menyertainya tetapi juga akan menurunkan jumlah zat besi yang diabsoprsi. Bemikian pula, banyak makanan akan berinteraksi dengan zat besi bila mineral ini diminum dalam waktu dua jam. Perubahan warna feses dan urine dapat dapat terjadi. Kepada wanita yang    men                                                                                gunakan tablet zat besi harus diingatkan bahwa tinjanya dapat menjadi hitam selama menjalani terapi zat besi. Keadaan ini dapat menutupi setiap pendarahan gastrointestinal.

Defisiensi mikronutrien
Absoprsi zink dan kalsium dapat menurun dengan pemberian tablet zat besi. Defisiensi zink pernah disertai dengan anemia, absoprsi folat yang jelek retardasi pertumbuhan intrauteri, partus prematur, berat lahir rendah dan kesembuhan luka yang buruk (Long, 1995; Mahmood,2000). Gangguan keseimbangan zink lebih cenderung terjadi pada vegetarian, perokok dan peminum berat. Akan tetapi, suplementasi zink yang berlebihan akan menyebabkan iritasi lambung, aterosklerosis dan anemia yang terjadi sekunder karena defisiensi tembaga (Galbraith et al, 1999).
Zat besi dapat meningkatkan kebutuhan terhadap mikronutrien lain dengan menstimulasi pembentukan sel darah merah yang juga meningkatkan kebutuhan tubuh terhadap asam folat. Makrositosis [glosarium] pernah dilaporkan (Berrett al, 1994).      
Kelebihan Zat Besi
Hasil akhir yang merugikan pada kehamilan lebih cenderung terjadi bila kadar hemoglobin ibu turun sehingga berada di luar kisaran10,4-13,2 gram/100 ml. Kadar hemoglobinyang lebih tinggi akan meningkatkan viskositas darah dan peningkatan viskositas ini akan mengganggu aliran darah pada plasenta serta merupakan predisposisi untuk timbulnya koagulasi (Long, 1995). Sekitar 12-13 persen wanita mungkin rentan terhadap kelebihan muatan zat besi .
Interaksi Obat dengan Zat Besi
Walaupun minuman seperti jus jeruk, alkohol dan makanan seperti ikan akan membantu absorpsi zat besi, makanan lainnya seperti telur dn sejumlah produk sereal yang mengandung fitat dapat mengganggu penyerapan zat besi. Teh akan mengurangi penyerapan besi sebanyak dua kali lipat dibandingkan kopi (Baret et al, 1994). Teh hitam merupakan jenis yang terutama cenderung mengganggu penyerapan besi.
Efek antihipertensi yang dimiliki oleh metilpoda akan dilawan oleh zat besi. Pemberian kedua preparat ini harus dipisah dengan selang waktu dua jam. Jika pemantauan tekanan darah menunjukkan timbulnya kembali hipertensi, preparat alternatif antihipertensi yang lain harus dipertimbangkan.
Penyimpanan
Penyimpanan tablet zat besi harus dipertimbangkan dengan seksama karena preparat ini sangat berbahaya (bahkan fatal) bila diminum dengan  dosis yang berlebihan. Dosis sampai 2 gram zat besi (30 butir tablet sulfas ferosus kering @200 mg) dapat berakibat fatal pada anak-anak. Kecelakaan ini dapat terjadi jika anak yang baru saja belajar berjalan memakan tablet zat besi milik ibunya. Rujukan segera ke unit gawat darurat untuk mendapatkan antidot (desferioksamin) dapat menyelamatkan jiwa anak.
Formula Zat Besi yang Lain
·      Zat Besi dalam Bentuk Cair
Zat besi dalam bentuk cair lebih mudah diserap daripada bentuk tabletnya, tetapi formula ini bisa menodai gigi.
·         Zat Besi Parenteral
Zat besi preparat parenteral kadang-kadang digunakan pada wanita dengan kelainan gastrointestinal (misal kolitis ulseratif) atau pada wanita yang tidak dapat menyerap atau menelan tablet zat besi karena sebab lain. Mengingat risiko reaksi hipersensitivitasyang tinggi pada preparat parental ini, tes sensitivitas harus dilakukan lebih dahulu (Ostrow & Mc Coy, 1998). Reaksi anafilaksis dapat terjadi dalam waktu sampai 24 jam sesudh penyuntikan (McKenry & Salerno, 1998).







BAB III
PENUTUP

1.        Kesimpulan 
Salah satu tujuan perawatan antenatal adalah untuk mengidentifikasi ibu hamil berisiko, termasuk yang menghadapi risiko anemia. Setiap ibu hamil harus diperiksa secara sendiri dengan mengukur kadar feritin serum dan anamnesis riwayat medisnya untuk membedakan perubahan fisiologis pada kehamilan dengan defisiensi mikronutrien (Engstorm & Sittler, 1994). Suplementasi zat besi diatas 70 mg/hari (300 mg sulfas ferosus kering) jarang diperlukan pada kehamilan, dan dengan dosis ini, kecil kemungkinan akan timbul efek samping yang mengganggu (Milman et al, 1999).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMERIKSAAN TELUR CACING PARASIT PADA FESES (METODE APUNG DENGAN DAN TANPA DISENTRIFUGASI SERTA METODE MODIFIKASI HARADA MORI)

Rindu

LAPORAN PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH TPA KALIORI BANYUMAS