ETIKA HUBUNGAN TERAPEUTIK TENAGA KESEHATAN DENGAN PASIEN DAN KELUARGA



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial dimana manusia selalu berhubungan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu faktor yang mendukung timbulnya hubungan tersebut adalah komunikasi. Tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah ilegal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan kesehatan dan meningkatkan citra profesi tenaga kesehatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan professional
Komunikasi menjadi tidak efektif karena kesalahan dalam menafsirkan pesan yang diterimanya. Hal ini disebabkan karena setiap manusia mempunyai keterbatasan dalam menelaah informasi yang disampaikan. Hal ini juga sering terjadi pada institusi pelayanan kesehatan, misalnya pasien sering complain karena tanaga kesehatan tidak mengerti maksud pesan yang disampaikan pasien,sehingga pasien tersebut menjadi marah dan tidak datang lagi mengunjungi pelayanan kesehatan tersebut.
Jika kesalahan penerimaaan pesan terus-menerus berlanjut dapat berakibat pada ketidak puasan baik dari pasien maupun tenaga kesehatan itu sendiri. Kondisi ketidakpuasan tersebut akan berdampak pada rendahnya mutu pelayanan yang diberikan, dan pindahnya pasien kepada institusi pelayanan kesehatan lainnya yang dapat memberikan kepuasan.
B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: ”Bagaimanakah Etika Hubungan Terapeutik Tenaga Kesehatan dengan Pasien dan Keluarga”
C.   Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari makalah ini adalah mengetahui etika hubungan terapeutik tenaga kesehatan dengan pasien dan keluarga.




















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.   Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003 48).
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi ini adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003 : 48).
Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003 50).
B.    Manfaat Komunikasi Terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik. (Christina, 2003) adalah:
a.     Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dengan pasien melalui hubungan perawat-pasien.
b.    Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, mengkaji masalah, dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.
C.   Tujuan Komunikasi Terapeutik (Indrawati, 2003 48).
Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.
Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa.
D.   Jenis Komunikasi Terapeutik
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993) dalam Purba (2003), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik.
Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.
1.       Komunikasi Verbal
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.
Komunikasi Verbal yang efektif harus:
1)     Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil keniungkinan teijadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.

2)      Perbendaharaan Kata (Mudah dipahami)
Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.
3)      Arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan keperawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.
4)      Selaan dan kesempatan berbicara
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.
5)      Waktu dan Relevansi
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.
6)      Humor
Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) dalam Purba (2006) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.
2.  Komunikasi Tertulis
Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain- lain.
Prinsip-prinsip komunikasi tertulis terdiri dari :
1) Lengkap
2) Ringkas
3) Pertimbangan
4) Konkrit
5) Jelas
6) Sopan
7) Benar
Fungsi komunikasi tertulis adalah:
1)      Sebagai tanda bukti tertulis yang otentik, misalnya; persetujuan operasi.
2)       Alat pengingat/berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat yang telah diarsipkan.
3)      Dokumentasi historis, misalnya surat dalam arsip lama yang digali kembali untuk mengetahui perkembangan masa lampau.
4)      Jaminan keamanan, umpamanya surat keterangan jalan.
5)      Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah, surat pengangkatan.
Keuntungan Komunikasi tertulis adalah:
1)      Adanya dokumen tertulis
2)       Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman
3)      Dapat meyampaikan ide yang rumit
4)       Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan
5)      menyebarkan informasi kepada khalayak ramai
6)      Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan.
7)       Membentuk dasar kontrak atau perjanjian
8)      Untuk penelitian dan bukti di pengadilan
Kerugian Komunikasi tertulis adalah:
1)      Memakan waktu lama untuk membuatnya
2)      Memakan biaya yang mahal
3)      Komunikasi tertulis cenderung lebih formal
4)      Dapat menimbulkan masalah karena salah penafsiran
5)      Susah untuk mendapatkan umpan balik segera
6)      Bentuk dan isi surat tidak dapat di ubah bila telah dikirimkan
7)      Bila penulisan kurang baik maka akan membingungkan Si pembaca.
3.  Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.
Morris (1977) dalam Liliweni (2004) membagi pesan non verbal sebagai berikut:
1.     Kinesik
Kinesik adalah pesan non verbal yang diimplementasikan dalam bentuk bahasa isyarat tubuh atau anggota tubuh. Perhatikan bahwa dalam pengalihan informasi mengenai kesehatan, para penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata secara verbal tetapi juga memperkuat pesan-pesan itu dengan bahasa isyarat untuk mengatakan suatu penyakit yang berbahaya, obat yang mujarab, cara memakai kondom, cara mengaduk obat, dan lain-lain.
2.     Proksemik
Proksemik yaitn bahasa non verbal yang ditunjukkan oleh “ruang” dan “jarak” antara individu dengan orang lain waktu berkomunikasi atau antara individu dengan objek.
3.     Haptik
Haptik seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi jarak di antara dua orang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu maka ada ahli kumunikasi non verbal yang mengatakan haptik itu sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang, mengelus dan mencubit. Haptik mengkomunikasikan relasi anda dengan seseorang.
4.     Paralinguistik
Paralinguistik meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia bermanfaat kalau kita hendak menginterprestasikan simbol verbal. Sebagai contoh, orang-orang Muang Thai merupakan orang yang rendah hati, mirip dengan orang jawa yang tidak mengungkapkan kemarahan dengan suara yang keras. Mengeritik orang lain biasanya tidak diungkapkan secara langsung tetapi dengan anekdot. Ini berbeda dengan orang Batak dan Timor yang mengungkapkan segala sesuatu dengan suara keras.
5.      Artifak
Kita memehami artifak dalam komunikasi komunikasi non verbal dengan pelbagai benda material disekitar kita, lalu bagaimana cara benda-benda itu digunakan untuk menampilkan pesan tatkala dipergunakan. Sepeda motor, mobil, kulkas, pakaian, televisi, komputer mungkin sekedar benda. Namun dalam situasi sosial tertentu benda-benda itu memberikan pesan kepada orang lain. Kita dapat menduga status sosial seseorang dan pakaian atau mobil yang mereka gunakan. Makin mahal mobil yang mereka pakai, maka makin tinggi status sosial orang itu.
6.      Logo dan Warna
Kreasi pan perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan merupaka karya komunikasi bisnis, namun model keija m dapat ditirn dalam komunikasi kesehatan. Biasanya logo dirancang untuk dijadikan simbol da suatu karaya organisasi atau produk da suatu organisasi, terutama bagi organisasi swasta. Bentuk logo umumnya berukuran kecil dengan pilihan bentuk, warna dan huruf yang mengandung visi dan misi organisasi.
7.     Tampilan Fisik Tubuh
Acapkali anda mempunyai kesan tertentu terhadap tampilan fisik tubuh dari lawan bicara anda. Kita sering menilai seseorang mulai dari warna kulitnya, tipe tubuh (atletis, kurus, ceking, bungkuk, gemuk, gendut, dan lain-lain). Tipe tubuh itu merupakan cap atau warna yang kita berikan kepada orang itu. Salah satu keutamaan pesan atau informasi kesehatan adalah persuasif, artinya bagaimana kita merancang pesan sedemikian rupa sehingga mampu mempengaruhi orang lain agar mereka dapat mengetahui informasi, menikmati informasi, memutuskan untuk membeli atau menolak produk bisnis yang disebarluaskan oleh sumber informasi. (Liliweri, 2007:108).
E.    Karakteristik Komunikasi Terapeutik
Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu sebagai berikut: (Arwani, 2003 : 54).
1.     Ikhlas (Genuiness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien barus bisa diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat.
2.     Empati (Empathy)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan.
3.     Hangat (Warmth)
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam.
F.     Fase – fase dalam komunikasi terapeutik
1.     Orientasi (Orientation)
Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang terjadi bersifat penggalian informasi antara perawat dan pasien. Fase ini dicirikan oleh lima kegiatan pokok yaitu testing, building trust, identification of problems and goals, clarification of roles dan contract formation.
2.      Kerja (Working)
Pada fase ini perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan pada fase orientasi. Bekerja sama dengan pasien untuk berdiskusi tentang masalah-masalah yang merintangi pencapaian tujuan. Fase ini terdiri dari dua kegiatan pokok yaitu menyatukan proses komunikasi dengan tindakan perawatan dan membangun suasana yang mendukung untuk proses perubahan.


3.     Penyelesaian (Termination)
Pada fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas tujuan telah dicapai, agar tujuan yang tercapai adalah kondisi yang saling menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan pada fase ini adalah penilaian pencapaian tujuan dan perpisahan (Arwani, 2003 61).
G.    Faktor – faktor hambatan dalam proses komunikasi terapeutik
Menurut Hery Purwanto, 1994 faktor-faktor yang menghambat proses komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut
1.     Kemampuan pemahaman yang berbeda.
2.     Pengamatan / penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.
3.     Komunikasi satu arah
4.      Kepentingan yang berbeda.
5.     Memberikan jaminan yang tidak mungkin.
6.     Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada pasien.
7.     Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi
8.     Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakannya.
9.     Memberikan kritik tentang perasaan pasien.
10. Menghentikan / mengalihkan topik pembicaraan.
11. Terlalu banyak bicara yang mana seharusnya mendengarkan.
12. Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.
Sementara menurut Kariyoso, 1994 faktor-faktor yang menghambat proses komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut
1.     Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi.
2.     Sikap yang kurang tepat.
3.     Kurang pengetahuan.
4.      Kurang memahami sistem sosial.
5.     Prasangka yang tidak beralasan.
6.      Jarak fisik, komunikasi menjadi tidak lancar jika komunikator berjauhan dengan receiver.
7.     Tidak ada persamaan persepsi
8.     Indera yang rusak.
9.     Berbicara yang berlebihan.
10. Mendominir pembicaraan dan lain sebagainya.
Sementara itu, hambatan kemajuan hubungan perawat - pasien terdiri atas tiga jenis utama yaitu:
1.     Resistens
2.     Transferens
3.     Kontertransferens
Hal tersebut timbul karena berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam berbagai bentuk yang berbeda, tetapi semuanya menghambat hubungan teurapeutik. Oleh karena itu, perawat harus segera mengatasinya. Hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun pasien yang bisa berkisar dari ansietas dan kekhawatiran sampai frustasi, cinta atau sangat marah.
1.     Resisten
Resisten adalah upaya pasien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran yang dipelajari untuk mengungkapkan atau bahkan mengalami aspek yang bermasalah pada diri seseorang. Sikap ambivalen terhadap eksplorasi diri, yang didalamnya pasien menghargai juga menghindari pengalaman yang menimbulkan ansietas, merupakan bagian normal proses teurapeutik. Resistens utama seringkali merupakan akibat dari ketidak sediaan pasien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh pasien selama fase kerja karena fase ini memuat sebagian besar proses penyelesaian masalah.
Bentuk resistens yang diperlihatkan pasien:
1.     Supresi dan represi informasi terkait
2.     Intensifikasi gejala
3.     Devaluasi diri dan pandangan keputusasaan tentang masa depan
4.     Dorongan untuk sehat yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya kesembuhan yang bersifat sementara
5.     Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika pasien mengatakan bahwa ia tidak mempunyai pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan masalahnya ; tidak menepati janji pertemuan atau datang terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam atau mengantuk
6.     Prilaku amuk atau tidak rasional
7.     Pembicaraan yang superfisial
8.     Pemahaman intelektual yang didalamnya pasien mengungkapkan pemahaman dirinya dengan menggunakan istilah yang tepat namun tetap berprilaku maladaptif, atau menggunakan mekanisme pertahanan intelektualisasi tanpa diikuti pemahaman
9.     Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika pasien telah memiliki pemahaman tetapi menolak memikul tanggung jawab untuk berubah dengan alasannya bahwa normalitas adalah hal yang tidak penting
10. Reaksi transferens
2.     Transferens
Transferens adalah respon tidak sadar yang didalamnya pasien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnta terkait dengan tokoh penting dalam kehidupan masa lalu pasien. Istilah ini merujuk pada sekelompok reaksi yang berupaya mengurangi atau menghilangkan ansietas. Sifat yang paling menonjol dari transferens adalah ketidak tepatan respon pasien dalam hal intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan displacement yang maladaptif. Reaksi transferens membahayakan proses teurapeutik hanya bila hal ini tetap diabaikan dan tidak di telaah oleh perawat. Ada dua jenis utama , yaitu reaksi bermusuhan dan tergantung.
3.     Kontertransferens
Kontertransferens yaitu kebuntuan teurapeutik yang dibuat oleh perawat, bukan oleh pasien. Kontertransferens merupakan respons emosinal spesifik oleh perawat terhadap pasien yang tidak sesuai dengan intensitas emosi. Kontertransferens adalah transferen yang diterapkan pada perawat. Respon perawat tidak dapat dibenarkan oleh kenyataan,tetapi lebih mencerminkan konflik terdahulu yang dialami terkait dengan isu-isu seperti otoritas,keasertifan,gender, dan kemandirian.
Reaksi kontertransferens biasanya berbentuk salah satu dari 3 jenis, yaitu reaksi,mencintai atau perhatian berlebihan,reaksi sangat bermusuhan atau membenci, dan reaksi sangat cemas, seringkali menjadi respon terhadap resisten pasien.
Beberapa bentuk countertransfer yang diperlihatkan oleh perawat :
1.        Kesulitan ber-empati terhadap pasien dalam area masalah tertentu.
2.        Perasaan tertekan setelah sesi.
3.        Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontra seperti datang terlambat,atau melampaui waktu yang telah ditentukan.
4.        Mengantuk selama sesi.
5.        Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan pasien untuk berubah.
6.        Dorongan terhadap ketergantungan, pujian, atau afeksi pasien.
7.        Berdebat dengan pasien atau kecenderungan untuk memaksa pasien sebelum ia siap.
8.        Mencoba untuk membantu pasien dalam segala hal yang tidak berhubungan dengan tujuan keperawatan yang telah diidentifikasi.
9.        Keterlibattan dengan pasien dalam tingkat personal atau sosial.
10.    Melamunkan atau preokupasi dengan pasien.
11.    Fantasi seksual atau agressive dengan pasien.
12.    Perasaan ansietas, gelisah, atau perasaan bersalah terhadap pasien terjadi berulang kali.
13.    Kecenderungan untuk berfokus hanya pada satu aspek informasi dari pasien atau menganggap hal tersebut sebagai satu-satunya cara.
14.    Kebutuhan untuk mempertahankan intervensi keperawatan kepada pasien.
H.    Pelanggaran Batasan
Pelanggaran batasan terjadi ketika perawat melampaui batasan hubungan teurapeutik dan membina hubungan sosial, ekonomi, atau personal dengan pasien. Sebagai ketetapan umum, kapanpun perawat melakukan atau memikirkan sesuatu yang khusus, berbeda atau luar biasa terhadap pasien, biasanya terjadi pelanggaran batasan. Hubungan seksual dalam bentuk apapun tidak akan pernah teurapeutik dan tidak dapat diterima dalam hubungan perawat-pasien.
Contoh pelanggaran batasan yang mungkin terjadi:
1.     Pasien mengajak perawat makan siang atau makan malam diluar.
2.     Hubungan profesional berubah menjadi hubungan sosial.
3.     Perawat menghadiri pesta atas undangan pasien.
4.     Perawat secara teratur memberikan informasi personal kepada pasien.
5.     Pasien mengenalkan perawat kepada anggota keluarganya seperti anaknya untuk tujuan sosial.
6.     Perawat menerima hadiah dari bisnis pasien.
7.     Perawat setuju menemui pasien untuk terapi diluar tatanan yang biasanya tanpa alasan yang teurapeutik.
8.     Perawat menghadiri acara-acara sosial pasien.
9.     Pasien memberikan hadiah - hadiah yang mahal kepada perawat
10. Perawat secara rutin memeluk atau memegang pasien.
11. Perawat menjalankan bisnis atau membeli barang dari pasien.
I.      Mengatasi Hambatan Teurapeutik
Untuk mengatasi hambatan teurapeutik, perawat harus siap mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat -pasien. Awalnya , perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan teurapeutik dan mengenali prilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Kemudian perawat dapat mengklarifikasi dan mengungkapkan perasaan serta isi agar lebih berfokus secara objektif pada apa yang sedang terjadi.
Latar belakang prilaku dikaji, baik pasien (untuk reaksi resistens dan transferensa) atau perawat (untuk reaksi kontertransferens dan pelanggaran batasan) bertanggung jawab terhadap hambatan teurapeutik dan dampak negatifnya pada proses teurapeutik. Terakhir, tujuan hubungan, kebutuhan, dan masalah pasien ditinjau kembali. Hal ini dapat membantu perawat untuk membina kembali kerja sama teurapeutik yang sesuai dengan proses hubungan perawat-pasien.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dn kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi tenaga kesehatan.
2.      Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya diperhatikan sikap dan teknik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan faktor penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.
B.     Saran
1.      Dalam melayani klien hendaknya tenaga kesehatan selalu berkomunikasi dengan klien untuk mendapatkan persetujuan tindakan yang akan dilakukan.
2.      Dalam berkomunikasi dengan klien hendaknya tenaga kesehatan menggunakan bahasa yang mudah di mengerti oleh klien sehingga tidak terjadi kesalahpahaman komunikasi.
3.      Dalam menjalankan profesinya hendaknya perawat selalu memegang teguh etika keperawatan.





DAFTAR PUSTAKA

Arwani, 2003. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Christina, L.I Untung, S. & Tatik, I. 2003. Komunikasi Kebidanan. Jakarta: EGC.
Indrawati. 2003. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta: EGC.
Liliweri, Alo. 2007. Dasar-dasar Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta: EGC.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMERIKSAAN TELUR CACING PARASIT PADA FESES (METODE APUNG DENGAN DAN TANPA DISENTRIFUGASI SERTA METODE MODIFIKASI HARADA MORI)

Rindu

LAPORAN PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH TPA KALIORI BANYUMAS