Definisi Kelebihan dan Kekurangan Metode Belajar Roleplay
KELOMPOK 5
Diana S. A. G1B014055
Anisa Rosiana G1B014056
Najmi Leila S. G1B014057
Noor Rofika F. G1B014060
Nuri Dyah Ayu P. G1B014062
DEFINISI, KELEBIHAN,
DAN KEKURANGAN METODE BELAJAR ROLEPLAY
Menurut Hamalik
(2004: 214) bahwa model role playing (bermain peran) adalah “model
pembelajaran dengan cara memberikan peran-peran tertentu kepada peserta didik
dan mendramatisasikan peran tersebut kedalam sebuah pentas”. Bermain peran (role playing) adalahsalah satu model pembelajaran interaksi
sosial yang menyediakan kesempatan kepada murid untuk melakukan
kegiatan-kegiatan belajar secara aktif dengan personalisasi. Oleh
karena itu, lebih lanjut Hamalik (2004:
214) mengemukakan bahwa “bentuk
pengajaran role playing memberikan pada murid seperangkat/serangkaian
situasi-situasi belajar dalam bentuk keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang
dirancang oleh guru”. Selain itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas
dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan
memainkan peran orang lain saat menggunakan bahasa tutur (Syamsu, 2000).
Adapun Uno
(2008: 25) menyatakan bahwa: Model
pembelajaran bermain peran (role playing) adalah model yang pertama, dibuat
berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik ke dalam
suatu situasi permasalahan kehidupan nyata, kedua bahwa bermain peran dapat
mendorong murid mengekspresikan perasaannya dan bahkan melepaskan, ketiga bahwa
proses psikologis melibatkan sikap, nilai dan keyakinan kita serta mengarahkan
pada kesadaran melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat
disintesiskan bahwa model role playing adalah
model bermain peran dengan cara
memberikan peran-peran tertentu atau serangkaian situasi-situasi belajar kepada
murid dalam bentuk keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh
guru dan didramati-sasikan peran tersebut kedalam sebuah pentas.
1. Guru menyiapkan skenario pembelajaran.
2. Menunjuk beberapa murid untuk mempelajari skenario
tersebut.
3. Pembentukan kelompok murid.
4. Penyampaian kompetensi.
5. Menunjuk murid untuk melakonkan skenario yang telah
dipelajarinya.
6. Kelompok murid membahas peran yang dilakukan oleh
pelakon.
7. Presentasi hasil kelompok.
8. Bimbingan penyimpulan dan refleksi.
Selanjutnya menurut Uno (2008: 26) bahwa
prosedur bermain peran terdiri atas
sembilan langkah, yaitu:
1. persiapan/pemanasan
Guru berupaya memperkenalkan murid pada permasalahan
yang mereka sadari sebagai suatu hal yang bagi semua orang perlu mempelajari
dan menguasainya. Hal ini bisa muncul dari imajinasi murid atau sengaja
disiapkan oleh guru. Sebagai contoh, guru menyediakan suatu cerita untuk dibaca
di depan kelas. Pembacaan cerita berhenti jika dilema atau masalah dalam cerita
menjadi jelas. Kemudian dilanjutkan dengan pengajuan pertanyaan oleh guru yang
membuat murid berpikir tentang hal tersebut.
2. memilih partisipan
Murid dan guru membahas karakter dari setiap pemain
dan menentukan siapa yang akan memainkannya. Dalam pemilihan pemain, guru dapat
memilih murid yang sesuai untuk memainkannya (jika murid pasif atau diduga
memiliki keterampilan berbicara yang rendah) atau murid sendiri yang
mengusulkannya.
3. menyiapkan pengamat
(observer)
Guru menunjuk murid sebagai pengamat, namun demikian
penting untuk dicatat bahwa pengamat di sini harus juga terlibat aktif dalam
permainan peran.
4. menata panggung atau tempat
bermain peran
Guru mendiskusikan dengan murid di mana dan bagaimana
peran itu akan dimainkan serta apa saja kebutuhan yang diperlukan.
5. memainkan peran
Permainan peran dilaksanakan secara spontan. Pada
awalnya akan banyak murid yang masih bingung memainkan perannya atau
bahkan tidak sesuai dengan peran yang seharusnya ia lakukan. Bahkan mungkin ada
yang memainkan peran yang bukan perannya. Jika permainan peran sudah terlalu
jauh keluar jalur, guru dapat menghentikannya untuk segera masuk ke langkah
berikutnya.
6. diskusi dan evaluasi
Guru bersama dengan murid mendiskusikan permainan tadi
dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan. Usulan perbaikan
akan muncul, mungkin ada murid yang meminta untuk berganti peran atau bahkan
alur ceritanya akan sedikit berubah.
7. memainkan peran ulang
Permainan peran ulang seharusnya berjalan lebih baik,
murid dapat memainkan perannya lebih sesuai dengan skenario.
8. diskusi dan evaluasi kedua
Pembahasan diskusi dan evaluasi kedua diarahkan pada
realitas. Mengapa demikian? Pada saat permainan peran dilakukan banyak peran
yang melampaui batas kenyataan, sebagai contoh seorang murid memainkan peran
sebagai pembeli, ia membeli barang dengan harga yang tidak realistis. Hal ini
dapat menjadi bahan diskusi.
9. berbagi pengalaman dan
kesimpulan
Murid diajak untuk berbagi
pengalaman tentang tema permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan
dengan membuat kesimpulan. Misalnya murid akan berbagi pengalaman tentang
bagaimana ia dimarahi habis-habisan oleh ayahnya. Kemudian guru membahas
bagaimana sebaiknya murid menghadapi situasi tersebut. Seandainya jadi
Ayah dari murid tersebut, sikap seperti apa yang sebaiknya dilakukan. Dengan
cara ini, murid akan belajar tentang kehidupan.
1.
Role playing dapat
memberikan semacam hidden practise, dimana murid tanpa sadar menggunakan
ungkapan-ungkapan atau istilah-istilah baku dan normatif terhadap materi yang
telah dan sedang mereka pelajari
2.
Role playing
melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar.
3.
Role playing dapat
memberikan kepada murid kesenangan karena role playing pada dasarnya adalah
permainan. Dengan bermain murid akan merasa senang karena bermain adalah dunia
murid. Masuklah ke dunia murid, sambil kita antarkan dunia kita (Bobby DePorter, 2000).
Kelebihan
metode Role Playing melibatkan seluruh siswa berpartisipasi, mempunyai
kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerja sama. Siswa juga dapat
belajar menggunakan bahasa dengan baik dan benar. Selain itu, kelebihan metode
ini adalah, sebagai berikut:
1.
Siswa bebas mengambil
keputusan dan berekspresi secara utuh.
2.
Permainan merupakan
penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
3.
Guru dapat
mengevaluasi pengalaman siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan
permainan.
4.
Dapat berkesan dengan
kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengaman yang
menyenangkan yang saling untuk dilupakan.
5.
Sangat menarik bagi siswa, sehingga
memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias.
6.
Membangkitkan gairah
dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan
kesetiakawanan sosial yang tinggi .
7.
Dapat menghayati
peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah
yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri.
8.
Dimungkinkan dapat
meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan dapat menumbuhkan / membuka
kesempatan bagi lapangan kerja
Hakekatnya
sebuah ilmu yang tercipca oleh manusia tidak ada yang sempurna, semua ilmu ada
kelebihan dan kekurangan. Jika kita melihat metode Role Playing dalam dalam
cakupan cara dalam proses mengajar dan belajar dalam lingkup pendidikan
tentunya selain kelebihan terdapat kelemahan. Kelemahan metode role palying
antara lain:
1. Metode bermain peranan memelrukan waktu yang relatif
panjang/banyak.
2. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi
dari pihak guru maupun murid. Dan ini tidak semua guru memilikinya.
3. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa
malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu.
4. Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain pemeran
mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi
sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai.
5. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui
metode ini
DePorter,
B. & Hemacki, M. 2000. Quantum
Learning. Bandung: Kaifa.
Hamalik,
O. 2004. Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Bumi Aksara.
Suherman, E. 2009.
Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Murid. Educare; Jurnal Pendidikan dan Budaya.
ISSN 1412-579x, (Online) http://educare.e-fkipunla.net, (diakses tanggal 30
Juni 2009).
Uno, H.B. 2008. Model Pembelajaran Menciptakan Proses
Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Cetakan Ketiga. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Komentar
Posting Komentar