LAPORAN PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH TPA KALIORI BANYUMAS
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATARBELAKANG
Sampah merupakan masalah yang
banyak dihadapi
oleh negara-negara maju maupun berkembang dan hingga saat ini penanganan serta
pengelolaan sampah masih terus dikembangkan. Khususnya di Indonesia sebagai
negara berkembang, permasalahan sampah menjadi masalah yang harus mendapat
perhatian lebih seiring laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Sampai saat ini sebagian besar sampah, baik sampah rumah tangga maupun
sampah non-rumah tangga masih dibuang ke tempat pembuangan sementara maupun ke
transfer depo yang akhirnya dibawa ke tempat pembuanan akhir (TPA). Sampah itu
dibuang apa adanya, belum atau tidak dipisahkan dengan jenisnya. Jumlah sampah
yang diolah atau dikelola dengan benar, prentase masih sangat kecil, sebagian besar
dibuang begitu saja (disposal). Padahal sampah masih bisa diptimalkan fungsi
dan kegunaannya, dengan cra misalnya dengan dipakai ulang (reuse) atau didaur ulang (recycle)
(Basrianta, 2007).
Tiap tahunnya, kota-kota di dunia menghasilkan sampah
hingga 1,3 miliar ton. Diperkirakan oleh Bank Dunia, pada tahun 2025, jumlah
ini bertambah hingga 2,2 milir ton(Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, 2016). Jumlah peningkatan timbulan sampah di Indonesia telah mencapai 175.000
ton/hari atau setara 64 juta ton/tahun (Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2015). Hasil studi Kementrian Lingkungan Hidup di beberapa
kota Indonesia pada tahun 2012 menunjukkan pola pengelolaan sampah di Indonesia
sebagai berikut: diangkut dan ditimbun di TPA (69%), dikubur (10%), dikompos
dan didaur ulang (7%), dibakar (5%), dan sisanya tidak terkelola (7%). Lebih
dari 90% kabupaten/kota di Indonesia menggunakan sistem open dumping atau
bahkan dibakar. Hasil analisis Laboratorium Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas di Kabupaten
Banyumas sendiri dari 1,6 juta penduduk produksi sampah mencapai 960 ton
perhari dimana 30 persen merupakan sampah ystem (Kompas, 2017).
Pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis,
menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan
sampah yang ditujukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas
lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.
Undang-undang Republik Indonesia Pasal 3 Nomor 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan
sampah dilandasi asas nilai ekonomi masyarakat. Asas nilai ekonomi adalah
sampah merupakan sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi yang dapat
dimanfaatkan sehingga memberi nilai tambah. Nilai tambah ini bukan hanya untuk
memperlambat laju eksploitasi sumber daya alam, tetapi juga pemanfaatan sampah
dari hasil proses pengolahan sampah itu sendiri. Sampah apa pun jenis dan
sifatnya, mengandung senyawa kimia yang bermanfaat bagi manusia, baik manfaat
secara langsung maupun tidak langsung. Permasahannya adalah bagaimana kita
dapat menggunakan dan memanfaatkan sampah tersebut.
Menurut Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 33 tahun 2010
tentang pedoman pengelolaan sampah Permasalahan sampah timbul karena tidak seimbangnya
produksi sampah dengan pengolahannya dan daya dukung alam sebagai tempat
pembuangan sampah yang semakin menurun. Paradigma lama yang masih banyak dianut
yaitu sampah harus secepatnya dikumpulkan, diangkut dan dibuang ke Tempat
pembuangan Akhir (TPA).
Masalah pengelolaan sampah bukan hanya terjadi di
Indonesia. Negara-negara berkembang pada umumnya menghadapi permasalah yang
sama. Lebih dari 90% limbah padat domestik di India dibuang ke lahan terbuka
secara open dumping sedangkan di Thailand 78% TPA melakukan sistem open
dumping (PCD 2013). Untuk mengatasi permasalah sampah ini Pemerintah
Indonesia melalui Kementerian Lingkungan hidup pada tahun 2014 membuat komitmen
“Indonesia Bersih Sampah 2020”. Komitmen ini dilaksanakan dengan menerapkan
prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), extended producer responsibility
(EPR), daur ulang material (material recovery) daur ulang energi (energy
recovery), pemanfaatan sampah, dan pemrosesan akhir sampah di TPA yang
berwawasan lingkungan (Kementrian Lingkunga
Hidup dan Kehutanan, 2015). Di Jawa Tengah sendiri
khususnya daerah Kabupaten Banyumas tempat pembuangan akhir sampah berlokasi di
Desa kaliori Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas dengan menggunakan ystem
lahan urug terkendali.
B.
TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengolahan rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga di
TPA Kaliori Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas.
2.
Tujuan Khusus
a.
Mengetahui identitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kaliori
Banyumas
b.
Mengetahui jenis sampah yang diperbolehkan masuk dan dikelola
di TPA Kaliori Banyumas
c.
Mengetahui penetapan lokasi TPA Kaliori Banyumas
d.
Mengetahui sarana dan prasarana yang ada di TPA Kaliori
Banyumas
e.
Mengetahui pemrosesan akhir dan pengoperasian yang dilakukan
di TPA Kaliori Banyumas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
SAMPAH
Sampah dapat diartikan
sebagai benda yang tidak terpakai, tidak diinginkan dan dibuang atau sesuatu
yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang
yang berasal dari kegiatan manusia serta tidak terjadi dengan sendirinya (Wahid
Iqbal dan Nurul C, 2009).
1. Faktor-faktor
yang mempengaruhi timbunan sampah
a.
Jumlah penduduk.
Bahwa dengan semakin banyak penduduk, maka akan
semakin banyak pula sampah yang dihasilkan oleh penduduk.
b.
Keadaan sosial ekonomi.
Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat,
semakin banyak pula jumlah per kapita sampah yang dibuang tiap harinya.
Kualitas sampahnyapun semakin banyak yang bersifat non organik atau tidak dapat
membusuk. Perubahan kualitas sampah ini, tergantung pada bahan yang tersedia,
peraturan yang berlaku serta kesadaran masyarakat akan persoalan persampahan.
c.
Kemajuan teknologi.
d.
Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas
sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan
produk manufaktur yang semakin beragam dapat mempengaruhi jumlah dan jenis
sampahnya (Soemirat, 2009)
2.
Sumber atau asal sampah dapat berasal
a.
Rumah tangga atau daerah pemukiman
Jenis sampah yang dihasilkan berupa sisa makanan,
bahan-bahan sisa dari pengolahan makanan atau sampah basah, sampah kering dan
abu.
b.
Tempat umum dan pusat perdagangan
Tempat berkumpulnya banyak
orang dan melakukan kegiatan termasuk perdagangan. Jenis sampah yang dihasilkan
dapat berupa sisa makanan, sisa bahan bangunan dan lain-lain.
c.
Industri berat dan ringan
Industri dalam hal ini termasuk industri yang
menggunakan bahanbahan dari alam misal energi perusahaan kimia kayu logam
tempat pengolahan air kotor atau air bersih. Sampah yang dihasilkan biasanya
berupa sampah basah, kering, sampah khusus dan berbahaya.
d.
Pertanian dan peternakan
Sampah yang dihasilkan berasal dari tanaman atau
binatang dapat berupa sisa makanan yang mudah membusuk maupun bahan pembasmi
serangga. (Wahid Iqbal dan Nurul C, 2009).
3. Jenis sampah
Menurut Amos Noelaka (2008) sampah dibagi menjadi 3
bagian yakni:
a.
Sampah Organik, Sampah Organik merupakan barang yang dianggap
sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik / pemakai sebelumnya, tetapi
masih bisa dipakai, dikelola dan dimanfaatkan dengan prosedur yang benar.
Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah organik
merupakan sampah yang mudah membusuk seperti, sisa daging, sisa sayuran,
daun-daun, sampah kebun dan lainnya
b.
Sampah Nonorganik Sampah nonorganik adalah sampah yang
dihasilkan dari bahan-bahan nonhayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil
proses teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah ini merupakan sampah yang
tidak mudah menbusuk seperti, kertas, plastik, logam, karet, abu gelas, bahan
bangunan bekas dan lainnya.
c.
Sampah B3 (Bahan berbahaya beracun) Pada sampah berbahaya
atau bahan beracun (B3), sampah ini terjadi dari zat kimia organik dan
nonorganik serta logam-logam berat, yang umunnya berasal dari buangan industri.
Pengelolaan sampah B3 tidak dapat dicampurkan dengan sampah organik dan
nonorganik. Biasanya ada badan khusus yang dibentuk untuk mengelola sampah B3
sesuai peraturan berlaku
B.
TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA)
Tempat
pembuangan akhir atau TPA adalah suatu areal yang menampung sampah dari hasil
penampungan sampah dan hasil pengangkutan dari TPS maupun langsung dari
sumbernya (bak/ tong sampah) dengan tujuan akan mengurangi permasalahan
kapasitas atau timbunan sampah yang ada di masyarakat. (Suryono dan Budiman,
2010).
1. Persyaratan umum lokasi TPA
Besarnya potensi yang
ditimbulkan terhadap lingkungan oleh TPA, maka pemilihan lokasi TPA harus
dilakukan dengan seksama dan hati-hati. Hal ini ditunjukan dengan sangat rinci
persyaratan lokasi TPA seperti tercantum dalam SNI 19-3241-1994 tentang tata
cara pemilihan lokasi pemrosesan akhir sampah, dalam kriteria regional
dicantumkan:
a. Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsong rawan
gempa, dll)
b. Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kondidi kedalaman
air tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan
sumber air (dalam ha tidak terpenuhi harus masukan teknologi)
c. Bukan daerah topografi (kemiringan lahan lebih dari 20%)
d. Bukan daerah rawan trehadap kegiatan penerbangan di bandara (jarak
minimal 1,5-3 km)
e. Bukan daerah atau kawasan yang dilindungi.
2. Metode pembuangan sampah.
Menurut Sularmo, Buchari, Jaya, dan Tugiyono (2010), dalam
pengelolaan sampah dapat digunakan berbagai metode dari yang sederhana hingga
tingkat teknologi tinggi. Metode pembuangan akhir yang banyak dikenal adalah :
a. Open dumping, yaitu cara
pembuangan akhir yang sederhana karena sampah hanya ditumpuk di lokasi tertentu
tanpa perlakuan khusus.
b. Control landfill, merupakan
peralihan antara teknik open dumping dan sanitary landfill. Pada metode ini
sampah ditimbun dan diratakan. Setelah timbunan sampah penuh, dilakukan
penutupan terhadap hamparan sampah tersebut dengan tanah dan dipadatkan.
c. Sanitary landfill, yaitu
cara penimbunan sampah padat pada suatu hamparan lahan dengan memperhatikan
keamanan lingkungan karena telah ada perlakuan terhadap sampah. Pada teknik
ini, sampah dihamparkan hingga mencapai ketebalan tertentu lalu dipadatkan,
kemudian dilapisi tanah dan dipadatkan kembali.
3. Jenis dan Fungsi Fasilitas
TPA
Menurut Kementerian Pekerjaan
Umum Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Hidup untuk dapat dioperasikan
dengan baik maka TPA perlu dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang
meliputi:
a. Prasarana Jalan
Prasarana dasar ini sangat menentukan keberhasilan
pengoperasian TPA. Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar
kegiatan pengangkutan sehingga efisiensi keduanya menjadi tinggi. Konstruksi
jalan TPA cukup beragam disesuaikan dengan kondisi setempat sehingga dikenal
jalan TPA dengan konstruksi:
·
Hotmix
·
Beton
·
Aspal
·
Perkerasan situ 2
·
Kayu
Dalam hal ini TPA perlu dilengkapi dengan:
·
Jalan masuk/akses yang menghubungkan TPA dengan jalan umum
yang telah tersedia
·
Jalan penghubung yang menghubungkan antara satu bagian dengan
bagian lain dalam wilayah TPA
·
Jalan operasi/kerja yang diperlukan oleh kendaraan pengangkut
menuju titik pembongkaran sampah Pada TPA dengan luas dan kapasitas pembuangan
yang terbatas biasanya jalan penghubung dapat juga berfungsi sekaligus sebagai
jalan kerja/operasi.
b. Prasarana Drainase
Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan
air hujan dengan tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah.
Seperti diketahui, air hujan merupakan faktor utama terhadap debit lindi yang
dihasilkan. Semakin kecil rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah akan
semakin kecil pula debit lindi yang dihasilkan yang pada gilirannya akan
memperkecil kebutuhan unit pengolahannya. Secara teknis drainase TPA
dimaksudkan untuk menahan aliran limpasan air hujan dari luar TPA agar tidak
masuk ke dalam area timbunan sampah. Drainase penahan ini umumnya dibangun di
sekeliling blok atau zona penimbunan. Selain itu, untuk lahan yang telah
ditutup tanah, drainase TPA juga dapat berfungsi sebagai penangkap aliran
limpasan air hujan yang jatuh di atas timbunan sampah tersebut. Untuk itu
permukaan tanah penutup harus dijaga kemiringannya mengarah pada saluran
drainase.
c. Fasilitas Penerimaan
Fasilitas penerimaan dimaksudkan sebagai tempat pemeriksaan
sampah yang datang, pencatatan data, dan pengaturan kedatangan truk sampah.
Pada umumnya fasilitas ini dibangun berupa pos pengendali di pintu masuk TPA.
Pada TPA besar dimana kapasitas pembuangan telah melampaui 50 ton/hari maka
dianjurkan penggunaan jembatan timbang untuk efisiensi dan ketepatan pendataan.
Sementara TPA kecil bahkan dapat memanfaatkan pos tersebut sekaligus sebagai
kantor TPA sederhana dimana kegiatan administrasi ringan dapat dijalankan.
d. Lapisan Kedap Air
Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air lindi
yang terbentuk di dasar TPA ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Untuk itu
lapisan ini harus dibentuk di seluruh permukaan dalam TPA baik dasar maupun
dinding. Bila tersedia di tempat, tanah lempung setebal + 50 cm merupakan
alternatif yang baik sebagai lapisan kedap air. Namun bila tidak dimungkinkan,
dapat diganti dengan lapisan sintetis lainnya dengan konsekuensi biaya yang
relatif tinggi.
e. Fasilitas Pengamanan Gas
Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbon dioksida
dan metan dengan komposisi hampir sama; disamping gas-gas lain yang sangat
sedikit jumlahnya. Kedua gas tersebut memiliki potensi besar dalam proses
pemanasan global terutama gas metan, karenanya perlu dilakukan
pengendalian agar gas tersebut tidak dibiarkan lepas bebas ke atmosfer. Untuk
itu perlu dipasang pipa-pipa ventilasi agar gas dapat keluar dari timbunan
sampah pada titik-titik tertentu. Untuk ini perlu diperhatikan kualitas dan
kondisi tanah penutup TPA. Tanah penutup yang porous atau banyak memiliki
rekahan akan menyebabkan gas lebih mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas
metan dengan cara pembakaran sederhana dapat menurunkan potensinya dalam
pemanasan global.
f. Fasilitas Pengamanan Lindi
Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang
melarutkan banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan pencemar
khususnya zat organik sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi menyebabkan
pencemaran air baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu ditangani dengan
baik. Tahap pertama pengamanan adalah dengan membuat fasilitas pengumpul lindi
yang dapat terbuat dari: perpipaan berlubang-lubang, saluran pengumpul maupun pengaturan
kemiringan dasar TPA; sehingga lindi secara otomatis begitu mencapai dasar TPA
akan bergerak sesuai kemiringan yang ada mengarah pada titik pengumpulan yang
disediakan. Tempat pengumpulan lindi umumnya berupa kolam penampung yang
ukurannya dihitung berdasarkan debit lindi dan kemampuan unit pengolahannya.
Aliran lindi ke dan dari kolam pengumpul secara gravitasi sangat menguntungkan;
namun bila topografi TPA tidak memungkinkan, dapat dilakukan dengan cara
pemompaan. Pengolahan lindi dapat menerapkan beberapa metode diantaranya:
penguapan/evaporasi terutama untuk daerah dengan kondisi iklim kering,
sirkulasi lindi ke dalam timbunan TPA untuk menurunkan baik kuantitas maupun
kualitas pencemarnya, atau pengolahan biologis seperti halnya pengolahan air
limbah.
g. Alat Berat
Alat berat yang sering digunakan di TPA umumnya berupa:
bulldozer, excavator dan loader. Setiap jenis peralatan tersebut memiliki
karakteristik yang berbeda dalam operasionalnya. Bulldozer sangat efisien dalam
operasi perataan dan pemadatan tetapi kurang dalam kemampuan penggalian.
Excavator sangat efisien dalam operasi penggalian tetapi kurang dalam perataan
sampah. Sementara loader sangat efisien dalam pemindahan baik tanah maupun
sampah tetapi kurang dalam kemampuan pemadatan. Untuk TPA kecil disarankan
dapat memiliki bulldozer atau excavator, sementara TPA yang besar umumnya
memiliki ketiga jenis alat berat tersebut.
h. Penghijauan
Penghijauan lahan TPA diperlukan untuk beberapa maksud
diantaranya adalah: peningkatan estetika lingkungan, sebagai buffer zone untuk
pencegahan bau dan lalat yang berlebihan. Untuk itu perencancaan daerah
penghijauan ini perlu mempertimbangkan letak dan jarak kegiatan masyarakat di
sekitarnya (permukiman, jalan raya, dll).
i.
Fasilitas Penunjang Beberapa fasilitas penunjang masih
diperlukan untuk membantu pengoperasian TPA yang baik diantaranya: pemadam
kebakaran, mesin pengasap (mist blower), kesehatan/keselamatan kerja, toilet,
dan lain lain.
4. Pengoperasian TPA
Berdasarkan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 13 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan
Prasarana Dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga Dan
Sampah Sejenis Rumah Tangga.
a.
Pengendalian vektor penyakit
Pengendalian vektor penyakit dilakukan dengan cara
pemadatan sampah, penutupan sampah, dan penyemprotan insektisida secara aman dan terkendali. Dimana pemadata sampah dilakukan dengan alat berat untuk
mencapai kepadatan sampah minimal 600 kg/m3 dengan kemiringan timbunan
sampah maksimum 300. Menggunakan tanah dan/atau
material lainnya yang dapat meloloskan air dan
sekurang-kurangnya
setiap tujuh hari untuk metode lahan urug terkendali dan setiap hari untuk
metode lahan urug saniter.
b.
System pengumpulan dan pengolahan
lindi
1.
Tujuan dari Pengoperasian pengolahan
lindi adalah untuk menurunkan kadar pencemar lindi yang dipengaruhi
oleh proses
operasional TPA, curah hujan, dimensi
instalasi pengolah lindi (IPL), waktu detensi; dan kedalaman kolam pengolahan.
2.
Pengaliran lindi diutamakan menggunakan sistem gravitasi.
3.
Pengolahan lindi dilakukan dengan proses biologis, fisik,kimia
dan/atau gabungan dari proses biologis, fisik dan kimia.
4.
Pengolahan lindi dengan proses
biologis didahului dengan aklimitasi.
5.
Persyaratan efluen dari pengolahan
lindi harus sesuai dengan baku mutu.
c.
Penanganan gas
Penanganan dilaksanakan dengan tujuan untuk mengurangi efek
gas rumah kaca dengan cara :
1. Gas yang dihasilkan selama
proses dekomposisi di TPA tidak diperkenankan dialirkan ke udara terbuka.
2.
Menggunakan perpipaan gas vertikal dan/atau horizontal yang
berfungsi mengalirkan gas yang terkumpul untuk kemudian dibakar atau
dimanfaatkan sebagai sumber energi.
3.
Timbulan gas harus dimonitor dan dikontrol secara berkala
BAB
III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
HASIL
1. Identitas
Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Nama
TPA
|
Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Kaliori
|
Lokasi
|
Desa
Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Banyumas
|
Tahun
berdiri
|
1993
|
Jenis
Pemrosesan yang dilakuan
|
Metode
lahan urug terkendali (Controlled Landfill
|
Jumlah
sampah harian
|
±120
ton
|
(Sumber data : Wawancara Pengelola TPA Kaliri, 2017)
Berdasarkan
wawancara kepada pengelola TPA Kaliori, tahun berdiri TPA tersebut adalah 1993
namun hingga 2015 daerah asal timbulan sampah hanya berasal dari Banyumas
Utara. Pada tahun 2016, TPA Kaliori dijadikan TPA utama Kabupaten Banyumas,
sehingga hampir 90% sampah dari wilayah Banyumas diproses di TPA ini, dengan
timbulan sampah perhari ±120 ton.
2. Jenis
Sampah yang masuk ke TPA Kaliori
Jenis
sampah
|
Keberadaan
|
Skor
|
|
Ada
|
Tidak ada
|
||
Sampah
rumah tangga, sampah sejenis rumah tangga, dan residu yang bukan kategori B3
|
√
|
|
10
|
Limbah
cair hasil kegiatan rumah tangga
|
|
√
|
10
|
Limbah
kategori bahan beracun berbahaya (B3)
|
|
√
|
10
|
Limbah
medis pelayanan kesehatan
|
|
√
|
10
|
Terdapat
pnyimpanan sementara bagi sampah yang berkategori bahan beracun berbahaya
(B3) atau mengandung limbah B3
|
|
√
|
10
|
Kegiatan
peternakan di TPA
|
|
√
|
10
|
Total
|
60
|
(Sumber : Data
Terolah 2017)
Berdasarkan hasil observasi
yang dilakukan dengan penentuan skor, total skor untuk aspek jenis sampah yang
diperbolehkan masuk atau diolah di TPA Kaliori adalah 60 untuk 6 pernyataan. Sehingga
nilai yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Nilai =
=
=
10
Nilai tersebut menunjukan bahwa
dalam aspek jenis sampah yang diperbolehkan masuk atau diolah di TPA Kaliori termasuk
kategori baik, yaitu memperoleh nilai 10 (>7).
3.
Lokasi TPA Kaliori
Lokasi TPA
|
Keterangan
|
Skor
|
|
Ya
|
Tidak
|
||
1.
Geologi
|
10
|
||
a. Berada di daerah sesar atau patahan yang masih aktif
|
|
√
|
|
b. Berada di zona bahaya geologi misalnya daerah gunung
berapi
|
|
√
|
|
c.
Berada di
daerah karst
|
|
√
|
|
d. Berada di daerah lahan gambut
|
|
√
|
|
e.
Berada di
daerah lapisan tanah kedap air atau lempung
|
√
|
|
|
2.
Hidrogeologi
|
10
|
||
a. Kondisi muka air tanah yang tidak kurang dari tiga
meter
|
√
|
|
|
b. Kondisi kelulusan tanah tidak lebih besar dari 10-6cm/detik
|
√
|
|
|
c.
Jarak terhadap
sumber air minum lebih besar dari 100 m di hilir aliran
|
|
|
|
3.
Berada pada
kemiringan kurang dari 20% (dua puluh
perseratus)
|
√
|
|
10
|
4.
Jarak dengan lapangan terbang
|
|
|
10
|
a.
Berjarak lebih dari 3000 m (tiga
ribu meter) untuk lapangan terbang yang didarati pesawat turbo jet
|
√
|
|
|
b.
berjarak lebih dari 1500 m (seribu
lima ratus meter) untuk lapangan terbang yang didarati pesawat jenis lain
|
√
|
|
|
5.
Jarak dari permukiman, yaitu lebih
dari 1 km (satu kilometer) dengan mempertimbangkan pencemaran lindi, kebauan,
penyebaran vektor penyakit, dan aspek
sosial
|
|
√
|
3
|
6.
Tidak berada di
kawasan lindung/cagar alam
|
√
|
|
10
|
7.
Bukan merupakan daerah banjir
periode ulang 25 (dua puluh lima) tahun
|
√
|
|
10
|
8.
Melakukan penutupan timbunan
sampah dengan tanah penutup secara periodik
|
√
|
|
10
|
9.
Mengolah lindi yang dihasilkan
sehingga efluen yang keluar sesuai baku mutu
|
√
|
|
10
|
10.
Mengelola gas bio yang dihasilkan
sesuai persyaratan teknis yang berlaku
|
√
|
|
10
|
11.
Membangun area tanaman penyangga
di sekeliling lokasi TPA tersebut
|
√
|
|
10
|
Total
|
101
|
(Sumber : Data
Terolah 2017)
Berdasarkan hasil observasi
yang dilakukan dengan penentuan skor, total skor untuk aspek lokasi TPA Kaliori adalah 101 untuk 11 pernyataan. Sehingga
nilai yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Nilai =
=
=
9,18
Nilai tersebut menunjukan bahwa
dalam aspek lokasi TPA Kaliori termasuk kategori baik, yaitu memperoleh nilai 9,18
(>7).
4.
Sarana dan Prasarana di TPA Kaliori
Sarana
Prasarana TPA
|
Keberadaan
|
Skor
|
|
Ada
|
Tidak ada
|
||
1.
Fasilitas dasar sebagaimana
terdiri atas:
|
10
|
||
a. Jalan masuk
|
√
|
|
|
b. Jalan Operasional
|
√
|
|
|
c.
Listrik atau Genset
|
√
|
|
|
d. Drainase
|
√
|
|
|
e.
Air bersih
|
√
|
|
|
f.
Kantor
|
√
|
|
|
g.
Pagar
|
√
|
|
|
2.
Fasilitas perlindungan lingkungan
terdiri atas:
|
10
|
||
a. Lapisan kedap air
|
√
|
|
|
b. saluran pengumpul lindi
|
√
|
|
|
c.
instalasi pengolahan lindi
|
√
|
|
|
d.
zona penyangga
|
√
|
|
|
e.
sumur uji atau pantau
|
√
|
|
|
f.
penanganan gas
|
√
|
|
|
3.
Fasilitas operasional terdiri
atas:
|
|
|
10
|
a.
alat berat
|
√
|
|
|
b.
truk pengangkut sampah
|
√
|
|
|
c.
truk pengangkut tanah
|
√
|
|
|
4.
Fasilitas penunjang terdiri atas:
|
|||
a.
bengkel
|
|
√
|
4
|
b.
garasi
|
|
√
|
|
c.
tempat pencucian alat berat
|
√
|
|
|
d.
tempat pencucian alat angkut
|
|
√
|
|
e.
alat P3K
|
√
|
|
|
f.
jembatan timbang
|
|
√
|
|
g.
laboratorium
|
|
√
|
|
h.
tempat parkir
|
√
|
|
|
5.
TPA dapat dilengkapi dengan
fasilitas pendauran ulang
|
|
√
|
0
|
6.
TPA di lengkapi dengan alat
pengomposan atau rumah komposter
|
√
|
|
10
|
7.
TPA dilengkapi dengan alat
pengolahan gas bio
|
√
|
|
10
|
Total
|
54
|
(Sumber : Data
Terolah 2017)
Berdasarkan hasil observasi
yang dilakukan dengan penentuan skor, total skor untuk aspek sarana dan
prasarana di TPA Kaliori adalah 54 untuk 7 pernyataan. Sehingga nilai yang diperoleh
adalah sebagai berikut :
Nilai =
=
=
7,7
Nilai tersebut menunjukan bahwa
dalam aspek sarana dan prasarana di TPA Kaliori termasuk kategori baik, yaitu memperoleh
nilai 7,7 (>7).
5.
Pemrosesan Akhir dan Pengoperasian TPA Kaliori
Pemrosesan
akhir dan pengoperasian TPA
|
Keterangan
|
Skor
|
|
Ya
|
Tidak
|
||
1.
Penimbunan/pemadatan
|
8
|
||
a. Pemadatan sampah dilakukan dengan alat
berat untuk mencapai
kepadatan sampah minimal
600 kg/m3 dengan kemiringan timbunan sampah maksimum 30o
|
√
|
|
|
b. Pengendalian vektor penyakit dilakukan
dengan cara pemadatan sampah, penutupan sampah, dan penyemprotan insektisida
secara aman dan terkendali
|
√
|
|
|
2.
Penutupan
tanah
|
8
|
||
a. Penutupan sampah dengan menggunakan tanah dan/atau
material lainnya yang dapat meloloskan air
|
√
|
|
|
b. Penutupan sampah dilakukan sekurang-kurangnya setiap tujuh hari untuk
metode lahan urug terkendali dan
setiap hari untuk metode lahan urug
saniter
|
|
√
|
|
3. Pengolahan lindi
|
10
|
||
a. Pengaliran lindi diutamakan menggunakan sistem
gravitasi
|
√
|
|
|
b. Pengolahan lindi dilakukan dengan proses biologis,
fisik, kimia dan/atau gabungan dari
proses biologis, fisik dan kimia.
|
√
|
|
|
4.
Fasilitas
penunjang terdiri atas:
|
|||
a.
Terdapat
Pipa untuk pembuangan gas metan
|
√
|
|
10
|
b.
Gas yang
dihasilkan selama proses dekomposisi di TPA tidak diperkenankan dialirkan ke
udara terbuka
|
√
|
|
|
c.
Timbulan
gas dimonitor dan dikontrol secara berkala
|
√
|
|
|
d.
Pemeliharaan
estetika sekitar lingkungan dilakukan
dengan penyediaan zona penyangga dan
revegetasi.
|
√
|
|
|
Total
|
36
|
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan dengan penentuan
skor, total skor untuk aspek pemrosesan akhir dan pengoperasian di TPA Kaliori
adalah 36 untuk 4 pernyataan. Sehingga nilai yang diperoleh adalah sebagai berikut
:
Nilai =
=
=
9
Nilai tersebut menunjukan bahwa
dalam aspek pemrosesan akhir dan pengoperasian di TPA Kaliori termasuk kategori
baik, yaitu memperoleh nilai 9 (>7).
6.
Hasil Akhir Skoring di TPA Kaliori
Aspek
|
Total skor
seharusnya
|
Total Skor
yang diperoleh
|
Jumlah
pernyataan
|
Nilai
|
Kategori
|
Jenis sampah
|
60
|
60
|
6
|
10
|
Baik
|
Lokasi TPA
|
110
|
101
|
11
|
9,18
|
Baik
|
Sarana dan Prasarana
|
70
|
54
|
7
|
7,7
|
Baik
|
Pemrosesan akhir dan pengoperasian
|
40
|
36
|
4
|
9
|
Baik
|
Total
|
280
|
251
|
|
|
|
(Sumber : Data Terolah 2017)
Berdasarkan hasil observasi
yang dilakukan dengan penentuan skor, total skor yang diperoleh untuk
pengelolaan sampah yang dilaukan di TPA Kaliori adalah 251 dari total skor
seharusnya adalah 280. Sehingga nilai yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Nilai =
=
= 8,96
Nilai
tersebut
menunjukan bahwa dalam pengelolaan sampah yang dilakukan di TPA Kaliori
termasuk kategori baik, yaitu memperoleh nilai 8,96 (>7).
B.
PEMBAHASAN
1.
Identitas TPA Kaliori
Pada Mei 2008, Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan yang mewajibkan pemerintah
daerah menutup TPA dengan sistem Open
Dumping. Selain mengesahkan undang-undang tersebut, pemerintah berperan
aktif dalam perbaikan sarana dan prasarana TPA di berbagai daerah. Salah satu
TPA yang mengalami perbaikan sistem adalah TPA Kaliori di Banyumas. TPA Kaliori
berdiri pada tahun 1993 sebagai tempat pemrosesan sampah dengan asal timbulan
sampah dari Banyumas Utara hingga 2015. Pada tahun 2016 asal timbulan sampah
yang di proses di TPA Kaliori diperluas menjadi hampir 90% wilayah Banyumas.
TPA ini tidak lagi menggunakan sistem Open
Dumping melainkan Sanitary Landfill
sehingga bisa dikatakan sistem pengolahan pengolahan sampahnya sudah lebih baik
(Santoso, dkk, 2016). Berdasarkan wawancara kepada pengelola TPA Kaliori pada
tanggal 8 Mei 2017 menjelaskan bahwa sistem pemrosesan yang dilakukan di TPA
Kaliori adalah sistem Controlled Landfill.
Controlled Landfill dilakukan dengan cara sampah ditimbun, diratakan dan
dipadatkan kemudian pada kurun waktu memperkecil pengaruh yang merugikan
terhadap lingkungan. Bila lokasi pembuangan akhir telah mencapai akhir usia
pakai, seluruh timbunan sampah harus ditutup dengan lapisan tanah. Diperlukan
persediaan tanah yang cukup sebagai lapisan tanah penutup (Selintung, dkk,
2016). Menurut penuturan bapak Paino selaku pengurus TPA bidang teknis lapangan
menjelaskan bahwa sejak dijadikan TPA utama yang mengelola timbulan sampah dari
90% wilayah Banyumas, timbulan sampah harian di TPA Kaliori meningkat hingga
±120 ton perharinya. Sehingga dengan meningkatnya beban timbulan sampah dapat
mengganggu pemrosesan akhir sampah dengan sistem Controlled Landfill. Dalam pengoperasiannya juga dilakukan perataan
dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan
kestabilan permukaan TPA. Untuk dapat melaksanakan metoda ini diperlukan
penyediaan beberapa fasilitas diantaranya adalah: saluran drainase untuk
mengendalikan aliran air hujan, saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan,
fasilitas pengendalian gas metan, dan alat berat (Ismeidi, 2009).
2.
Jenis sampah yang diproses TPA Kaliori
Berdasarkan hasil observasi
dengan skoring yang disusun mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun
2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah sejenis Rumah Tangga
dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 3/PRT/M/2013
tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan
Sampah Rumah Tangga dan Sampah sejenis Rumah Tangga, jenis sampah yang masuk
dan diproses di TPA Kaliori adalah sebagai berikut :
a.
Sampah yang masuk adalah sampah rumah tangga, sampah sejenis
rumah tangga, dan residu yang bukan kategori B3
Hal ini sudah sesuai dengan
peraturan pemerintah yang berlaku. Sampah
rumah tangga terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga
yang sudah dipakai dan dibuang, seperti sisa-sisa makanan baik yang sudah
dimasak atau belum, bekas pembungkus baik kertas, plastik, daun,
pakaian-pakaian bekas, bahan-bahan bacaan, perabot rumah tangga, daun-daunan
dari kebun atau taman (Notoadmojo,2011). Sampah sejenis sampah rumah
tangga adalah sampah rumah tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan
industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas
lainnya (PP Nomor 81 Tahun 2012). Residu adalah sampah yang tidak dapat diolah
dengan pemadatan, pengomposan, daur ulang materi dan/atau daur ulang energi.
Residu sebagaimana dimaksud di atas adalah jenis residu yang tidak berkategori
bahan berbahaya dan beracun atau mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun
(Permen PU Nomor 3 Tahun 2013). Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 3 Tahun 2013 menjelaskan bahwa sampah rumah tangga, sampah sejenis rumah
tangga dan residu dapat di buang ke TPA sampai pada tahun 2025, setelahnya
hanya residu yang dapat dibuang ke TPA.
b.
Tidak ada limbah cair yang berasal dari kegiatan rumah tangga
yang ditimbun di TPA
Limbah cair domestik adalah air buangan yang berasal
dari limbah rumah tangga, seperti air bekas cucian, dapur, kamar mandi, dan
toilet. Limbah cair domestik mengandung 99,9% air dan 0,1% zat padat. Zat padat
terdiri dari 85% protein; 25% karbohidrat; 10% lemak dan sisanya zat anorganik
terutama butiran pasir, garam-garam dan logam (Doraja, dkk, 2012). Dalam
pemrosesannya TPA Kaliori tidak mengizinkan masuknya limbah cair, termasuk
limbah cair rumah tangga. Hal ini telah sesuai dengan peraturan pemerintah yang
berlaku.
c.
Tidak ada limbah berkategori bahan berbahaya dan beracun
Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun menjelaskan
bahwa bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat,
energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut Limbah B3 adalah sisa
suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. TPA Kaliori tidak mengizinkan
masuknya limbah B3 untuk diproses, tempat-tempat atau institusi yang
menghasilkan limbah B3 dikelola sendiri atau melalui bantuan pihak pengelola
limbah B3. Dengan demikian TPA Kaliori telah sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
d.
Tidak ada limbah medis pelayanan kesehatan
Limbah medis adalah limbah padat yang terdiri dari limbah
infeksius, limbah patologis, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah
sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan
limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi (Depkes, 2006). Limbah medis
ini harus diolah secara khusus dengan insenerator, sehingga tidak diperkenankan
masuk ke TPA Kaliori. Hal ini berarti TPA Kaliori sudah sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
e.
Tidak terdapat penyimpanan sementara bagi sampah yang
berkategori B3 karena TPA Kaliori sendiri tidak menerima sampah dengan kategori
B3.
f.
Tidak ada kegiatan peternakan di TPA
3.
Lokasi TPA
a.
Geologi
Secara geologis TPA Kaliori tidak berada pada daerah sesar
atau patahan. Jarak terhadap patahan ditetapkan 100meter sebagai buffer tidak
layak. Buffer TPA sampah befungsi untuk mencegah terjadinya pengaruh patahan
terhadap konstruksi TPA sampah karena zona patahan merupakan zona lemah
sehingga tidak stabil jika terimbas rombakan gelombang gempa (Wibowo, 2012). TPA
Kaliori tidak berada pada daerah gunung berapi. Daerah bahaya erupsi gunung
berapi dianggap tidak layak menjadi TPA karena erupsi gunung api akan
membahayakan operasinya (Wibowo, 2012). TPA Kaliori juga tidak berada di daerah
karst dan lahan gambut. TPA Kaliori berada pada lapisan tanah kedap air atau
lempung. Material batuan berbutir halus seperti batu lempung dan napal
mempunyai daya peredaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan material besar
atau kristalin (Wibowo, 2012). Berdasarkan hal tersebut TPA Kaliori telah
dianggap layak secara geologi untuk operasikan.
b.
Hidrogeologi
Secara hidrogeologi, TPA Kaliori memiliki kondisi muka air
tanah tidak kurang dari 3 meter sehingga layak operasi. Semakin dangkal muka
iar tanah, maka semakin mudah pencemaran terjadi, daerah dengan kedalaman muka
air tanah kurang dari 3 meter dianggap tidak layan dijadikan TPA. Kondisi
kelulusan tanahdi TPA Kaliori kurang dari 10-6cm/detik sehingga dapat mencegah
kelongsoran tanah. Irawan A.B, dkk (2014) menjelaskan perlunya memperhatikan
parameter kedudukan muka air tanah dan kelulusan tanah karena berhubungan
dengan pencemaran air tanah. Jarak antara TPA Kaliori dengan sumber air minum
kurang dari 100meter, hal ini dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air
sumur. Menurut SNI No 03-3241-1994 dalam hal tidak adanya zona yang memenuhi
kriteria-kriteria tersebut maka harus diadakan masukan teknologi. TPA Kaliori
sendiri telah memenuhi dua kriteria yang dipersyaratkan, namun terdapat satu
kriteria yang belum terlaksana yaitu jarak dengan sumber air minum yang masih
kurang dari 100m. Menurut penuturan pengelola TPA, dalam penanganan hal
tersebut dilakukan penanganan lindi secara sistematis agar lindi menjadi efluen
dan tidak mencemari sumber air minum warga.
c.
TPA Kaliori berada pada kemiringan kurang dari 20%
Kemiringan lereng berkaitan erat dengan kemudahan pekerjaan
konstruksi dan operasional TPA. Semakin terjal suatu daerah semakin sulit
konstruksi dan pengoperasiannya. Daerah dengan kemiringan lereng >20%
dianggap tidak layak untuk menjadi TPA (Wibowo, 2012).
d.
TPA Kaliori berjarak >3000m dengan lapangan terbang yang
di darati pesawat turbo jet, dan berjarak >1500m untuk lapangan yang
didarati pesawat jenis lain.
e.
Jarak TPA Kaliori dengan pemukiman warga yaitu kurang dari
1km
Jarak TPA dengan pemukiman yang <1km akan berkaitan dengan
faktor sosial, diantaranya pencemaran sumber air, udara, bau, dan permasalahan
estetika (Anggraini, 2016). Anggraini, Fitrijani., Sri Darwati. 2016.
Pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3421-1994 untuk Standarisasi
Pemilahan Lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Regional. Jurnal Sosek Pekerjaan Umum. Vo 8 No 1:1-14.
f.
TPA Kaliori tidak berada di kawasan lindung/cagar alam
sehingga tidak mengganggu aktivitas dan mencemari kawasan lindung tersebut.
g.
Lokasi TPA Kaliori bukan merupakan daerah banjir
Daerah berbakat banjir atau rawan banjir dianggap tidak layak
menjadi TPA karena dapat merusak sarana prasarana TPA serta dapat menyebabkan
pencemaran. Daerah yang layak bagi TPA harus terbatas dari banjir 25 tahunan
(Wibowo, 2012).
h.
Membangun area tanaman penyangga di sekelilling lokasi TPA
Anggraini dan Sri (2016) menjelaskan pentingnya zona
penyangga adalah untu mengantisipasi berbagai kemungkinan seperti pencemaran
lintas daerah, kelangkaan sumber air, berfungsi pula mencegah genangan banjir
dan longsor.
4.
Sarana Prasarana di TPA Kaliori
a.
Fasilitas dasar yang tersedia meliputi :
1)
Jalan masuk yaitu jalan masuk TPA dari gerbang bumi
perkemahan hingga TPA
2)
jalan operasional
yaitu jalur khusus pengoprasian alat berat dan truk sampah
3)
Listrik
4)
Drainase atau saluran air hujan yang mengelilingi TPA
5)
Air bersih
6)
Kantor
7)
Pagar yang terdiri dari pagar tembok, beton dan kawat duri
b.
Fasilitas perlindungan lingkungan yang tersedia meliputi :
lapisan kedap air berupa jenis tanah merah dan tanah lempung, saluran pengumpul
lindi dengan pipa bawah tanah dan saluran terbuka, instalasi pengolahan lindi,
zona penyangga, sumur uji yangberada di dekat rumah kompos, dan penanganan gas.
c.
Fasilitas operasional yang tersedia meliputi : alat berat
berupa bulldozer yang berguna untuk proses pemadatan, truk sampah dan truk
tanah.
d.
Fasilitas penunjang yang tersedia adalah tempat pencucian
alat berat, alat P3K, dan tempat parkir. Sedangkan untuk bengkel dan garasi
belum tersedia, padahal bengkel sangat berguna apabila terdapat peralatan
seperti alat berat atau truk yang rusak untuk di perbaiki. Dengan tidak adanya
garasi semua peralatan di letakan saja di lapangan TPA, keadaan terbuka akan
menyebabkan percepatan korosi dan merusak peralatan. Jembatan timbang juga
belum tersedia, menurut penjelasan pengelola TPA jembatan timbang telah
direncanakan pengadaanya dari tahun 2016 namun hingga kini belum tersedia. Pada
TPA besar dimana kapasitas pembuangan telah melampaui 50 ton/hari maka
dianjurkan penggunaan jembatan timbang untuk efisiensi dan ketepatan pendataan
(Anggraini, 2016). Tidak tersedianya laboratorium juga dapat memperlama proses
pemantauan pencemaran yang dilakukan.
e.
TPA Kaliori tidak di lengkapi dengan alat daur ulang. Menurut
penjelasan pengelola TPA kegiatan daur ulang sebagian besar tela dilakukan oleh
pemulung, sehingga tidak perlu lagi adanya kegiatan daur ulang yang berasal
dari TPA sendiri.
f.
TPA Kaliori dilengkapi dengan alat pengomposan dan rumah
kompos. Pengomposan atau dekomposisi merupakan peruraian dan pemantapan
bahan-bahan organik secara biologi dalam temperatur yang tinggi dengan hasil
akhir bahan yang bagus untuk digunakan ke tanah tanpa merugikan lingkungan
(Kiswandayani, 2015). Pengkomposan yang dilakukan di TPA Kaliori dibantu dengan
aktivator berupa EM4. Dalam rumah kompos ini terdiri dari ±12 bak dengan
panjang 120cm, lebar 50cm, dan tinggi 50cm. Pemanenan kompos ini dilakukan
setiap 1,5bulan sekali. Kompos yang dihasilkan akan dibagikan secara gratis
kepada warga yang membutuhkan. Namun sayang keberadaan rumah kompos ini menyatu
dengan rumah penjaga, sehingga dapat mempengaruhi kesehatannya.
g.
TPA Kaliori dilengkapi dengan Pengolahan Gas Metan.
Pengelolaan Gas Metan ini dapat mengurangi cemaran udara dan mengurangi
kemungkinan ledakan (Kiswandayani, 2015).
5.
Pemrosesan Akhir dan Pengoperasian TPA
a.
Pemadatan dan penimbunan dengan Controlled Lanfill, yang melalui tahap :
1)
Sampah masuk ke TPA dengan bantuan angkutan truk sampah (±120
ton sampah perharinya)
2)
Sampah dibuang di zona aktif, yakni zona dimana sampah yang
masih bermanfaat dapat disortir oleh pemulung
3)
Alat berat berupa bulldozer meratakan sampah yang ada agar
tidak berserakan
4)
Pemadatan sampah dilakukan 2 minggu sekali dengan kepadatan
sampah <600kg/m3 karena keterbatasan alat berat. Penutupan tanah
yang dilakukan juga 2 minggu sekali.
5)
Sampah yang sudah dipadatkan akan disusun di daerah atau zona
kontrol dengan kemiringan zona kontrol kurang dari 20%
6)
Selanjutnya sampah yang sudah disusun ditutupi dengan tenda
agar tidak terguyur hujan.
7)
Dengan demikian, vektor penyakit dapat dikendalikan.
b.
Pengolahan Lindi yang dilakukan melalu tahap :
1)
Pengaliran lindi menggunakan sistem gravitasi
2)
Pipa pengalir lindi tertimbun di dalam tanah dan saluran
terbuka untuk dikumpulkan di bak pengelola
3)
Tersedia bak pengelola dan pengumpul lindi di bagian dataran
yang lebih rendah dari TPA
4)
Lindi diolah agar menjadi efluent
c.
Penanganan Gas Metan dilakukan melalui tahap :
1)
Gas hasil dekomposisi sampah dialirkan melalui pipa tertimbun
2)
Gas yang dihasilkan dialirkan menuju tempat pengolahan
3)
Di tempat pengolahan gas ditambah beberapa reaktor
4)
Gas yang sudah diolah disalurkan ke warga sebagai sumber
energi pengganti elpiji.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari hasil
praktikum yang dilakukan maka dapat di simpulkan bahwa :
1.
Aspek jenis sampah yang diperbolehkan masuk dan dikelola di
TPA Kaliori memperoleh nilai 10 dengan kategori baik
2.
Aspek lokasi TPA Kaliori memperoleh nilai 9,18 dengan
kategori baik.
3.
Aspek sarana dan prasarana pengelolaan sampah di TPA memperoleh
nilai 7,7 dengan kategori baik.
4.
Aspek pemrosesan dan pengoprasian sampah di TPA Kaliori
memperoleh nilai 9 dengan kategori baik.
5.
Secara keseluruhan, pengelolaan sampah di TPA Kaliori memperoleh
nilai 8,96 dengan kategori baik.
DAFTAR PUSTAKA
Amos, Noelaka. 2008.
Kesadaran Lingkungan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Basryanta. 2007. Manajemen
Sampah. Yogyakerta: Penerbit kasinus
(amggota IKAPI).
Darnas, Yeggi.
Studi Kelayakan Lokasi Tempat Pemrosesan Akhir TPA Samah Kabupaten Padang
Pariaman. Seminar nasional sains dan
teknologi lingkungan II. 19 Oktober
2016
Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia.
1994. Standar Nasional Indonesia Nomor
03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA. Jakarta. Departemen
Pekerjaan Umum
DKA. 2017. Bupati
Libatkan PNS Dalam Kelola Sampah. Purwokerto: Kompas. (25 Februari 2017)
Doraja,
P.H., Maya, Shovitri., N.D Kuswytasari. 2012. Biodegradasi Limbah Domestik
dengan Menggunaan Inokulum Alami dari Tangki Septik. Jurnal Sains dan Seni. Diunduh melalui www.
ejurnal2.its.ac.id/index.php/sains_seni/article/download/788/244 Institut Teknologi Sepuluh November Vol 1 No 1 September
2012.
Irawan, A.B. Yudono. 2014. Studi PA di Pulau
Bintan Propinsi Kepulauan Riau. Jurnal
Ilmu Lingkungan Vol 12 Nomor 1 :1-11.
Ismeidi. 2009. Evaluasi Sistem Pembuangan Akhir Sampah di TPA
Ngadirojo Kota. Wonogiri. Tesis.
Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP-ITS, Surabaya.
Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
2012. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun
2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Rumah Tangga.
Jakarta. Kementrian Lingkungan Hidup
Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
2008. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Persampahan. Jakarta.
Kementrian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan. 2016. Menyambut Hari Sampah Nasional 2016. Internet. Tersedia Pada Http://www.menlhk.go.id/Siaran-34-Menyambut-Hari-Peduli-Sampah-Nasional-2016.html
_____.
2015. Rangkaian HLH 2015 – Dialog Penanganan Sampah Plastik. Internet.http://www.menlh.go.id/rangkaian-hlh-2015-dialog-penanganan-sampah-plastik/. Diakses pada 21 Mei 2017.
Kiswandayani. 2015. Komposisi Sampah dan Potensi
Emisi Gas Rumah Kaca pada Pengelolaan Sampah Domestik : Studi Kasus di TPA
Winongo Kota Madiun. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan Vol 2 No 3. Diunduh
melalui http://jsal.ub.ac.id/index.php/jsal/article/view/239/172
pada 21 Mei 2017 pukul 10.55 WIB.
Menteri
Dalam Negeri Republik Indonesia. 2010. Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah.
Jakarta.
Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik
Indonesia Nomor 3/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana
Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga. Jakarta. Menteri
Pekerjaan Umum
Notoadmojo, Soekidjo. 2011.
Kesehatan masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
Presiden Republik Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Jakarta.
Pollution
Control Department. 2013. Thailand State
of Pollution Report 2013. Ministry of Natural Resources and Environment.
Santoso, AJ Kurnia., MDE Kurnia., Sumaryoto. 2016.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kaliori sebagai Wisata edukasi di Kabupaten
Banyumas dengan Penekanan pada Pengolahan Sekuen Ruang. Arsitektura. Universitas Sebelas Maret Vol 14 No 2, Oktober 2016.
Selintung,
Mery., Achmad Z., Ellen A. 2013. Studi Karakteristik Sampah pada Tempat
Pembuangan Akhir Kabupaten Maros. Diakses melalui http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/6740 pada 20 Mei 2017 pukul 22.13.
Soemirat, Juli. 2009. Kesehatan Lingkungan. Cetakan Kedelapan (Revisi). Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press .
Suyono, dan Budiman. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC.
Wahid
Iqbal dan Nurul Chayatin, 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat Teoridan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.
Wibowo, Mardi. 2012. Aspek Geohidrologi dalam
Penentuan Lokasi Tapak Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA). Jurnal Hidrosfir Indonesia. Vol 3 No 1
April 2012.
Komentar
Posting Komentar