LAPORAN PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH TPA KALIORI BANYUMAS



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATARBELAKANG
Sampah merupakan masalah yang banyak dihadapi oleh negara-negara maju maupun berkembang dan hingga saat ini penanganan serta pengelolaan sampah masih terus dikembangkan. Khususnya di Indonesia sebagai negara berkembang, permasalahan sampah menjadi masalah yang harus mendapat perhatian lebih seiring laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Sampai saat ini sebagian besar sampah, baik sampah rumah tangga maupun sampah non-rumah tangga masih dibuang ke tempat pembuangan sementara maupun ke transfer depo yang akhirnya dibawa ke tempat pembuanan akhir (TPA). Sampah itu dibuang apa adanya, belum atau tidak dipisahkan dengan jenisnya. Jumlah sampah yang diolah atau dikelola dengan benar, prentase masih sangat kecil, sebagian besar dibuang begitu saja (disposal). Padahal sampah masih bisa diptimalkan fungsi dan kegunaannya, dengan cra misalnya dengan dipakai ulang (reuse) atau didaur ulang (recycle) (Basrianta, 2007).
Tiap tahunnya, kota-kota di dunia menghasilkan sampah hingga 1,3 miliar ton. Diperkirakan oleh Bank Dunia, pada tahun 2025, jumlah ini bertambah hingga 2,2 milir ton(Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2016). Jumlah peningkatan timbulan sampah di Indonesia telah mencapai 175.000 ton/hari atau setara 64 juta ton/tahun (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2015). Hasil studi Kementrian Lingkungan Hidup di beberapa kota Indonesia pada tahun 2012 menunjukkan pola pengelolaan sampah di Indonesia sebagai berikut: diangkut dan ditimbun di TPA (69%), dikubur (10%), dikompos dan didaur ulang (7%), dibakar (5%), dan sisanya tidak terkelola (7%). Lebih dari 90% kabupaten/kota di Indonesia menggunakan sistem open dumping atau bahkan dibakar. Hasil analisis Laboratorium Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas di Kabupaten Banyumas sendiri dari 1,6 juta penduduk produksi sampah mencapai 960 ton perhari dimana 30 persen merupakan sampah ystem (Kompas, 2017).
Pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah yang ditujukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Undang-undang Republik Indonesia Pasal 3 Nomor 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah dilandasi asas nilai ekonomi masyarakat. Asas nilai ekonomi adalah sampah merupakan sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan sehingga memberi nilai tambah. Nilai tambah ini bukan hanya untuk memperlambat laju eksploitasi sumber daya alam, tetapi juga pemanfaatan sampah dari hasil proses pengolahan sampah itu sendiri. Sampah apa pun jenis dan sifatnya, mengandung senyawa kimia yang bermanfaat bagi manusia, baik manfaat secara langsung maupun tidak langsung. Permasahannya adalah bagaimana kita dapat menggunakan dan memanfaatkan sampah tersebut. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 tahun 2010 tentang pedoman pengelolaan sampah Permasalahan sampah timbul karena tidak seimbangnya produksi sampah dengan pengolahannya dan daya dukung alam sebagai tempat pembuangan sampah yang semakin menurun. Paradigma lama yang masih banyak dianut yaitu sampah harus secepatnya dikumpulkan, diangkut dan dibuang ke Tempat pembuangan Akhir (TPA).
Masalah pengelolaan sampah bukan hanya terjadi di Indonesia. Negara-negara berkembang pada umumnya menghadapi permasalah yang sama. Lebih dari 90% limbah padat domestik di India dibuang ke lahan terbuka secara open dumping sedangkan di Thailand 78% TPA melakukan sistem open dumping (PCD 2013). Untuk mengatasi permasalah sampah ini Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan hidup pada tahun 2014 membuat komitmen “Indonesia Bersih Sampah 2020”. Komitmen ini dilaksanakan dengan menerapkan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), extended producer responsibility (EPR), daur ulang material (material recovery) daur ulang energi (energy recovery), pemanfaatan sampah, dan pemrosesan akhir sampah di TPA yang berwawasan lingkungan (Kementrian Lingkunga Hidup dan Kehutanan, 2015). Di Jawa Tengah sendiri khususnya daerah Kabupaten Banyumas tempat pembuangan akhir sampah berlokasi di Desa kaliori Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas dengan menggunakan ystem lahan urug terkendali.
B.     TUJUAN
1.      Tujuan Umum
Mengetahui pengolahan rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga di TPA Kaliori Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas.
2.      Tujuan Khusus
a.       Mengetahui identitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kaliori Banyumas
b.      Mengetahui jenis sampah yang diperbolehkan masuk dan dikelola di TPA Kaliori Banyumas
c.       Mengetahui penetapan lokasi TPA Kaliori Banyumas
d.      Mengetahui sarana dan prasarana yang ada di TPA Kaliori Banyumas
e.       Mengetahui pemrosesan akhir dan pengoperasian yang dilakukan di TPA Kaliori Banyumas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    SAMPAH
Sampah dapat diartikan sebagai benda yang tidak terpakai, tidak diinginkan dan dibuang atau sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia serta tidak terjadi dengan sendirinya (Wahid Iqbal dan Nurul C, 2009).
1.      Faktor-faktor yang mempengaruhi timbunan sampah
a.       Jumlah penduduk.
Bahwa dengan semakin banyak penduduk, maka akan semakin banyak pula sampah yang dihasilkan oleh penduduk.
b.      Keadaan sosial ekonomi.
Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak pula jumlah per kapita sampah yang dibuang tiap harinya. Kualitas sampahnyapun semakin banyak yang bersifat non organik atau tidak dapat membusuk. Perubahan kualitas sampah ini, tergantung pada bahan yang tersedia, peraturan yang berlaku serta kesadaran masyarakat akan persoalan persampahan.
c.       Kemajuan teknologi.
d.      Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam dapat mempengaruhi jumlah dan jenis sampahnya (Soemirat, 2009)
2.      Sumber atau asal sampah dapat berasal
a.       Rumah tangga atau daerah pemukiman
Jenis sampah yang dihasilkan berupa sisa makanan, bahan-bahan sisa dari pengolahan makanan atau sampah basah, sampah kering dan abu.
b.      Tempat umum dan pusat perdagangan
Tempat berkumpulnya banyak orang dan melakukan kegiatan termasuk perdagangan. Jenis sampah yang dihasilkan dapat berupa sisa makanan, sisa bahan bangunan dan lain-lain.
c.       Industri berat dan ringan
Industri dalam hal ini termasuk industri yang menggunakan bahanbahan dari alam misal energi perusahaan kimia kayu logam tempat pengolahan air kotor atau air bersih. Sampah yang dihasilkan biasanya berupa sampah basah, kering, sampah khusus dan berbahaya.
d.      Pertanian dan peternakan
Sampah yang dihasilkan berasal dari tanaman atau binatang dapat berupa sisa makanan yang mudah membusuk maupun bahan pembasmi serangga. (Wahid Iqbal dan Nurul C, 2009).
3.      Jenis sampah
            Menurut Amos Noelaka (2008) sampah dibagi menjadi 3 bagian yakni:
a.       Sampah Organik, Sampah Organik merupakan barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik / pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai, dikelola dan dimanfaatkan dengan prosedur yang benar. Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah organik merupakan sampah yang mudah membusuk seperti, sisa daging, sisa sayuran, daun-daun, sampah kebun dan lainnya
b.      Sampah Nonorganik Sampah nonorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan nonhayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah ini merupakan sampah yang tidak mudah menbusuk seperti, kertas, plastik, logam, karet, abu gelas, bahan bangunan bekas dan lainnya.
c.       Sampah B3 (Bahan berbahaya beracun) Pada sampah berbahaya atau bahan beracun (B3), sampah ini terjadi dari zat kimia organik dan nonorganik serta logam-logam berat, yang umunnya berasal dari buangan industri. Pengelolaan sampah B3 tidak dapat dicampurkan dengan sampah organik dan nonorganik. Biasanya ada badan khusus yang dibentuk untuk mengelola sampah B3 sesuai peraturan berlaku

B.     TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA)
Tempat pembuangan akhir atau TPA adalah suatu areal yang menampung sampah dari hasil penampungan sampah dan hasil pengangkutan dari TPS maupun langsung dari sumbernya (bak/ tong sampah) dengan tujuan akan mengurangi permasalahan kapasitas atau timbunan sampah yang ada di masyarakat. (Suryono dan Budiman, 2010).
1.      Persyaratan umum lokasi TPA
Besarnya potensi yang ditimbulkan terhadap lingkungan oleh TPA, maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan hati-hati. Hal ini ditunjukan dengan sangat rinci persyaratan lokasi TPA seperti tercantum dalam SNI 19-3241-1994 tentang tata cara pemilihan lokasi pemrosesan akhir sampah, dalam kriteria regional dicantumkan:
a.       Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsong rawan gempa, dll)
b.      Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kondidi kedalaman air tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan sumber air (dalam ha tidak terpenuhi harus masukan teknologi)
c.       Bukan daerah topografi (kemiringan lahan lebih dari 20%)
d.      Bukan daerah rawan trehadap kegiatan penerbangan di bandara (jarak minimal 1,5-3 km)
e.       Bukan daerah atau kawasan yang dilindungi.
2.      Metode pembuangan sampah.
Menurut Sularmo, Buchari, Jaya, dan Tugiyono (2010), dalam pengelolaan sampah dapat digunakan berbagai metode dari yang sederhana hingga tingkat teknologi tinggi. Metode pembuangan akhir yang banyak dikenal adalah :
a.       Open dumping, yaitu cara pembuangan akhir yang sederhana karena sampah hanya ditumpuk di lokasi tertentu tanpa perlakuan khusus.
b.      Control landfill, merupakan peralihan antara teknik open dumping dan sanitary landfill. Pada metode ini sampah ditimbun dan diratakan. Setelah timbunan sampah penuh, dilakukan penutupan terhadap hamparan sampah tersebut dengan tanah dan dipadatkan.
c.       Sanitary landfill, yaitu cara penimbunan sampah padat pada suatu hamparan lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena telah ada perlakuan terhadap sampah. Pada teknik ini, sampah dihamparkan hingga mencapai ketebalan tertentu lalu dipadatkan, kemudian dilapisi tanah dan dipadatkan kembali.
3.      Jenis dan Fungsi Fasilitas TPA
Menurut Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Hidup untuk dapat dioperasikan dengan baik maka TPA perlu dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang meliputi:
a.       Prasarana Jalan
Prasarana dasar ini sangat menentukan keberhasilan pengoperasian TPA. Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar kegiatan pengangkutan sehingga efisiensi keduanya menjadi tinggi. Konstruksi jalan TPA cukup beragam disesuaikan dengan kondisi setempat sehingga dikenal jalan TPA dengan konstruksi:
·         Hotmix
·         Beton
·         Aspal
·         Perkerasan situ 2
·         Kayu
Dalam hal ini TPA perlu dilengkapi dengan:
·         Jalan masuk/akses yang menghubungkan TPA dengan jalan umum yang telah tersedia
·         Jalan penghubung yang menghubungkan antara satu bagian dengan bagian lain dalam wilayah TPA
·         Jalan operasi/kerja yang diperlukan oleh kendaraan pengangkut menuju titik pembongkaran sampah Pada TPA dengan luas dan kapasitas pembuangan yang terbatas biasanya jalan penghubung dapat juga berfungsi sekaligus sebagai jalan kerja/operasi.
b.      Prasarana Drainase
Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan dengan tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah. Seperti diketahui, air hujan merupakan faktor utama terhadap debit lindi yang dihasilkan. Semakin kecil rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah akan semakin kecil pula debit lindi yang dihasilkan yang pada gilirannya akan memperkecil kebutuhan unit pengolahannya. Secara teknis drainase TPA dimaksudkan untuk menahan aliran limpasan air hujan dari luar TPA agar tidak masuk ke dalam area timbunan sampah. Drainase penahan ini umumnya dibangun di sekeliling blok atau zona penimbunan. Selain itu, untuk lahan yang telah ditutup tanah, drainase TPA juga dapat berfungsi sebagai penangkap aliran limpasan air hujan yang jatuh di atas timbunan sampah tersebut. Untuk itu permukaan tanah penutup harus dijaga kemiringannya mengarah pada saluran drainase.
c.       Fasilitas Penerimaan
Fasilitas penerimaan dimaksudkan sebagai tempat pemeriksaan sampah yang datang, pencatatan data, dan pengaturan kedatangan truk sampah. Pada umumnya fasilitas ini dibangun berupa pos pengendali di pintu masuk TPA. Pada TPA besar dimana kapasitas pembuangan telah melampaui 50 ton/hari maka dianjurkan penggunaan jembatan timbang untuk efisiensi dan ketepatan pendataan. Sementara TPA kecil bahkan dapat memanfaatkan pos tersebut sekaligus sebagai kantor TPA sederhana dimana kegiatan administrasi ringan dapat dijalankan.
d.      Lapisan Kedap Air
Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air lindi yang terbentuk di dasar TPA ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Untuk itu lapisan ini harus dibentuk di seluruh permukaan dalam TPA baik dasar maupun dinding. Bila tersedia di tempat, tanah lempung setebal + 50 cm merupakan alternatif yang baik sebagai lapisan kedap air. Namun bila tidak dimungkinkan, dapat diganti dengan lapisan sintetis lainnya dengan konsekuensi biaya yang relatif tinggi.
e.       Fasilitas Pengamanan Gas
Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbon dioksida dan metan dengan komposisi hampir sama; disamping gas-gas lain yang sangat sedikit jumlahnya. Kedua gas tersebut memiliki potensi besar dalam proses pemanasan global terutama gas metan, karenanya perlu dilakukan pengendalian agar gas tersebut tidak dibiarkan lepas bebas ke atmosfer. Untuk itu perlu dipasang pipa-pipa ventilasi agar gas dapat keluar dari timbunan sampah pada titik-titik tertentu. Untuk ini perlu diperhatikan kualitas dan kondisi tanah penutup TPA. Tanah penutup yang porous atau banyak memiliki rekahan akan menyebabkan gas lebih mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metan dengan cara pembakaran sederhana dapat menurunkan potensinya dalam pemanasan global.
f.       Fasilitas Pengamanan Lindi
Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang melarutkan banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan pencemar khususnya zat organik sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi menyebabkan pencemaran air baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu ditangani dengan baik. Tahap pertama pengamanan adalah dengan membuat fasilitas pengumpul lindi yang dapat terbuat dari: perpipaan berlubang-lubang, saluran pengumpul maupun pengaturan kemiringan dasar TPA; sehingga lindi secara otomatis begitu mencapai dasar TPA akan bergerak sesuai kemiringan yang ada mengarah pada titik pengumpulan yang disediakan. Tempat pengumpulan lindi umumnya berupa kolam penampung yang ukurannya dihitung berdasarkan debit lindi dan kemampuan unit pengolahannya. Aliran lindi ke dan dari kolam pengumpul secara gravitasi sangat menguntungkan; namun bila topografi TPA tidak memungkinkan, dapat dilakukan dengan cara pemompaan. Pengolahan lindi dapat menerapkan beberapa metode diantaranya: penguapan/evaporasi terutama untuk daerah dengan kondisi iklim kering, sirkulasi lindi ke dalam timbunan TPA untuk menurunkan baik kuantitas maupun kualitas pencemarnya, atau pengolahan biologis seperti halnya pengolahan air limbah.
g.      Alat Berat
Alat berat yang sering digunakan di TPA umumnya berupa: bulldozer, excavator dan loader. Setiap jenis peralatan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dalam operasionalnya. Bulldozer sangat efisien dalam operasi perataan dan pemadatan tetapi kurang dalam kemampuan penggalian. Excavator sangat efisien dalam operasi penggalian tetapi kurang dalam perataan sampah. Sementara loader sangat efisien dalam pemindahan baik tanah maupun sampah tetapi kurang dalam kemampuan pemadatan. Untuk TPA kecil disarankan dapat memiliki bulldozer atau excavator, sementara TPA yang besar umumnya memiliki ketiga jenis alat berat tersebut.
h.      Penghijauan
Penghijauan lahan TPA diperlukan untuk beberapa maksud diantaranya adalah: peningkatan estetika lingkungan, sebagai buffer zone untuk pencegahan bau dan lalat yang berlebihan. Untuk itu perencancaan daerah penghijauan ini perlu mempertimbangkan letak dan jarak kegiatan masyarakat di sekitarnya (permukiman, jalan raya, dll).
i.        Fasilitas Penunjang Beberapa fasilitas penunjang masih diperlukan untuk membantu pengoperasian TPA yang baik diantaranya: pemadam kebakaran, mesin pengasap (mist blower), kesehatan/keselamatan kerja, toilet, dan lain lain.
4.      Pengoperasian TPA
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 13 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Rumah Tangga.
a.       Pengendalian vektor penyakit
Pengendalian vektor penyakit dilakukan dengan cara pemadatan sampah, penutupan sampah, dan penyemprotan insektisida secara aman dan terkendali. Dimana pemadata sampah dilakukan dengan alat berat untuk mencapai kepadatan sampah minimal 600 kg/m3 dengan kemiringan timbunan sampah maksimum 300. Menggunakan tanah dan/atau material lainnya yang dapat meloloskan air dan sekurang-kurangnya setiap tujuh hari untuk metode lahan urug terkendali dan setiap hari untuk metode lahan urug saniter.
b.      System pengumpulan dan pengolahan lindi
1.      Tujuan dari Pengoperasian pengolahan lindi adalah untuk menurunkan kadar pencemar lindi yang dipengaruhi oleh proses operasional TPA,  curah hujan, dimensi instalasi pengolah lindi (IPL), waktu detensi; dan kedalaman kolam pengolahan.  
2.      Pengaliran lindi diutamakan menggunakan sistem gravitasi.
3.      Pengolahan lindi dilakukan dengan proses biologis, fisik,kimia dan/atau gabungan dari proses biologis, fisik dan kimia.
4.      Pengolahan lindi dengan proses biologis didahului dengan aklimitasi.
5.      Persyaratan efluen dari pengolahan lindi harus sesuai dengan baku mutu.
c.       Penanganan gas
Penanganan dilaksanakan dengan tujuan untuk mengurangi efek gas rumah kaca dengan cara :
1.      Gas yang dihasilkan selama proses dekomposisi di TPA tidak diperkenankan dialirkan ke udara terbuka.
2.      Menggunakan perpipaan gas vertikal dan/atau horizontal yang berfungsi mengalirkan gas yang terkumpul untuk kemudian dibakar atau dimanfaatkan sebagai sumber energi.
3.      Timbulan gas harus dimonitor dan dikontrol secara berkala



BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.      HASIL
1.    Identitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Nama TPA
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kaliori
Lokasi
Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Banyumas
Tahun berdiri
1993
Jenis Pemrosesan yang dilakuan
Metode lahan urug terkendali (Controlled Landfill
Jumlah sampah harian
±120 ton
(Sumber data : Wawancara Pengelola TPA Kaliri, 2017)
Berdasarkan wawancara kepada pengelola TPA Kaliori, tahun berdiri TPA tersebut adalah 1993 namun hingga 2015 daerah asal timbulan sampah hanya berasal dari Banyumas Utara. Pada tahun 2016, TPA Kaliori dijadikan TPA utama Kabupaten Banyumas, sehingga hampir 90% sampah dari wilayah Banyumas diproses di TPA ini, dengan timbulan sampah perhari ±120 ton.
2.      Jenis Sampah yang masuk ke TPA Kaliori
Jenis sampah
Keberadaan
Skor
Ada
Tidak ada
Sampah rumah tangga, sampah sejenis rumah tangga, dan residu yang bukan kategori B3

10
Limbah cair hasil kegiatan rumah tangga

10
Limbah kategori bahan beracun berbahaya (B3)

10
Limbah medis pelayanan kesehatan

10
Terdapat pnyimpanan sementara bagi sampah yang berkategori bahan beracun berbahaya (B3) atau mengandung limbah B3

10
Kegiatan peternakan di TPA

10
Total
60
(Sumber : Data Terolah 2017)
           Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan dengan penentuan skor, total skor untuk aspek jenis sampah yang diperbolehkan masuk atau diolah di TPA Kaliori adalah 60 untuk 6 pernyataan. Sehingga nilai yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Nilai   =
           =
         = 10
Nilai tersebut menunjukan bahwa dalam aspek jenis sampah yang diperbolehkan masuk atau diolah di TPA Kaliori termasuk kategori baik, yaitu memperoleh nilai 10 (>7).
3.      Lokasi TPA Kaliori
Lokasi TPA
Keterangan
Skor
Ya
Tidak
1.       Geologi
10
a.       Berada di daerah sesar atau patahan yang masih aktif

b.       Berada di zona bahaya geologi misalnya daerah gunung berapi

c.        Berada di daerah karst

d.       Berada di daerah lahan gambut

e.        Berada di daerah lapisan tanah kedap air atau lempung

2.       Hidrogeologi
10
a.       Kondisi muka air tanah yang tidak kurang dari tiga meter

b.       Kondisi kelulusan tanah  tidak lebih besar dari 10-6cm/detik

c.        Jarak terhadap sumber air minum lebih besar dari 100 m di hilir aliran


3.       Berada pada kemiringan kurang dari  20% (dua puluh perseratus)

10
4.       Jarak dengan lapangan terbang


10
a.       Berjarak lebih dari 3000 m (tiga ribu meter) untuk lapangan terbang yang didarati pesawat turbo jet

b.       berjarak lebih dari 1500 m (seribu lima ratus meter) untuk lapangan terbang yang didarati pesawat jenis lain

5.       Jarak dari permukiman, yaitu lebih dari 1 km (satu kilometer) dengan mempertimbangkan pencemaran lindi, kebauan, penyebaran vektor  penyakit, dan aspek sosial

3
6.       Tidak berada di kawasan lindung/cagar alam

10
7.       Bukan merupakan daerah banjir periode ulang 25 (dua puluh lima) tahun

10
8.       Melakukan penutupan timbunan sampah dengan tanah penutup secara periodik

10
9.       Mengolah lindi yang dihasilkan sehingga efluen yang keluar sesuai baku mutu

10
10.    Mengelola gas bio yang dihasilkan sesuai persyaratan teknis yang berlaku

10
11.    Membangun area tanaman penyangga di sekeliling lokasi TPA tersebut

10
Total
101
(Sumber : Data Terolah 2017)
           Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan dengan penentuan skor, total skor untuk aspek lokasi  TPA Kaliori adalah 101 untuk 11 pernyataan. Sehingga nilai yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Nilai   =
           =
         = 9,18
Nilai tersebut menunjukan bahwa dalam aspek lokasi TPA Kaliori termasuk kategori baik, yaitu memperoleh nilai 9,18 (>7).
4.      Sarana dan Prasarana di TPA Kaliori
Sarana Prasarana TPA
Keberadaan
Skor
Ada
Tidak ada
1.       Fasilitas dasar sebagaimana terdiri atas:
10
a.       Jalan masuk

b.       Jalan Operasional

c.        Listrik atau Genset

d.       Drainase

e.        Air bersih

f.        Kantor

g.        Pagar

2.       Fasilitas perlindungan lingkungan terdiri atas:
10
a.       Lapisan kedap air

b.       saluran pengumpul lindi

c.        instalasi pengolahan lindi

d.       zona penyangga

e.        sumur uji atau pantau

f.        penanganan gas

3.       Fasilitas operasional terdiri atas:


10
a.       alat berat

b.       truk pengangkut sampah

c.        truk pengangkut tanah

4.       Fasilitas penunjang terdiri atas:
a.       bengkel

4
b.       garasi

c.        tempat pencucian alat berat

d.       tempat pencucian alat angkut

e.        alat P3K

f.        jembatan timbang

g.        laboratorium

h.       tempat parkir

5.       TPA dapat dilengkapi dengan fasilitas pendauran ulang

0
6.       TPA di lengkapi dengan alat pengomposan atau rumah komposter

10
7.       TPA dilengkapi dengan alat pengolahan gas bio

10
Total
54
(Sumber : Data Terolah 2017)
           Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan dengan penentuan skor, total skor untuk aspek sarana dan prasarana di TPA Kaliori adalah 54 untuk 7 pernyataan. Sehingga nilai yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Nilai   =
           =
         = 7,7
Nilai tersebut menunjukan bahwa dalam aspek sarana dan prasarana di TPA Kaliori termasuk kategori baik, yaitu memperoleh nilai 7,7 (>7).
5.      Pemrosesan Akhir dan Pengoperasian TPA Kaliori
Pemrosesan akhir dan pengoperasian TPA
Keterangan
Skor
Ya
Tidak
1.      Penimbunan/pemadatan
8
a.       Pemadatan sampah  dilakukan dengan  alat  berat  untuk  mencapai  kepadatan  sampah  minimal  600 kg/m3 dengan kemiringan timbunan sampah maksimum 30o

b.      Pengendalian vektor penyakit dilakukan dengan cara pemadatan sampah, penutupan sampah, dan penyemprotan insektisida secara aman dan terkendali

2.      Penutupan tanah
8
a.       Penutupan sampah dengan menggunakan tanah dan/atau material lainnya yang dapat meloloskan air

b.      Penutupan sampah dilakukan sekurang-kurangnya setiap tujuh hari untuk metode lahan urug  terkendali dan setiap hari untuk metode lahan urug  saniter

3.      Pengolahan lindi
10
a.       Pengaliran lindi diutamakan menggunakan sistem gravitasi

b.      Pengolahan lindi dilakukan dengan proses biologis, fisik, kimia dan/atau  gabungan dari proses biologis, fisik dan kimia.

4.      Fasilitas penunjang terdiri atas:
a.       Terdapat Pipa untuk pembuangan gas metan

10
b.      Gas yang dihasilkan selama proses dekomposisi di TPA tidak diperkenankan dialirkan ke udara terbuka

c.       Timbulan gas dimonitor dan dikontrol secara berkala

d.      Pemeliharaan estetika sekitar lingkungan dilakukan dengan penyediaan zona penyangga dan  revegetasi.

Total
36
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan dengan penentuan skor, total skor untuk aspek pemrosesan akhir dan pengoperasian di TPA Kaliori adalah 36 untuk 4 pernyataan. Sehingga nilai yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Nilai   =
           =
         = 9
Nilai tersebut menunjukan bahwa dalam aspek pemrosesan akhir dan pengoperasian di TPA Kaliori termasuk kategori baik, yaitu memperoleh nilai 9 (>7).
6.      Hasil Akhir Skoring di TPA Kaliori
Aspek
Total skor seharusnya
Total Skor yang diperoleh
Jumlah pernyataan
Nilai
Kategori
Jenis sampah
60
60
6
10
Baik
Lokasi TPA
110
101
11
9,18
Baik
Sarana dan Prasarana
70
54
7
7,7
Baik
Pemrosesan akhir dan pengoperasian
40
36
4
9
Baik
Total
280
251



(Sumber : Data Terolah 2017)
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan dengan penentuan skor, total skor yang diperoleh untuk pengelolaan sampah yang dilaukan di TPA Kaliori adalah 251 dari total skor seharusnya adalah 280. Sehingga nilai yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Nilai   =
           =
         = 8,96
Nilai tersebut menunjukan bahwa dalam pengelolaan sampah yang dilakukan di TPA Kaliori termasuk kategori baik, yaitu memperoleh nilai 8,96 (>7).

B.       PEMBAHASAN
1.      Identitas TPA Kaliori
Pada Mei 2008, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan yang mewajibkan pemerintah daerah menutup TPA dengan sistem Open Dumping. Selain mengesahkan undang-undang tersebut, pemerintah berperan aktif dalam perbaikan sarana dan prasarana TPA di berbagai daerah. Salah satu TPA yang mengalami perbaikan sistem adalah TPA Kaliori di Banyumas. TPA Kaliori berdiri pada tahun 1993 sebagai tempat pemrosesan sampah dengan asal timbulan sampah dari Banyumas Utara hingga 2015. Pada tahun 2016 asal timbulan sampah yang di proses di TPA Kaliori diperluas menjadi hampir 90% wilayah Banyumas. TPA ini tidak lagi menggunakan sistem Open Dumping melainkan Sanitary Landfill sehingga bisa dikatakan sistem pengolahan pengolahan sampahnya sudah lebih baik (Santoso, dkk, 2016). Berdasarkan wawancara kepada pengelola TPA Kaliori pada tanggal 8 Mei 2017 menjelaskan bahwa sistem pemrosesan yang dilakukan di TPA Kaliori adalah sistem Controlled Landfill.
Controlled Landfill dilakukan dengan cara sampah ditimbun, diratakan dan dipadatkan kemudian pada kurun waktu memperkecil pengaruh yang merugikan terhadap lingkungan. Bila lokasi pembuangan akhir telah mencapai akhir usia pakai, seluruh timbunan sampah harus ditutup dengan lapisan tanah. Diperlukan persediaan tanah yang cukup sebagai lapisan tanah penutup (Selintung, dkk, 2016). Menurut penuturan bapak Paino selaku pengurus TPA bidang teknis lapangan menjelaskan bahwa sejak dijadikan TPA utama yang mengelola timbulan sampah dari 90% wilayah Banyumas, timbulan sampah harian di TPA Kaliori meningkat hingga ±120 ton perharinya. Sehingga dengan meningkatnya beban timbulan sampah dapat mengganggu pemrosesan akhir sampah dengan sistem Controlled Landfill. Dalam pengoperasiannya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA. Untuk dapat melaksanakan metoda ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas diantaranya adalah: saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan, saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan, fasilitas pengendalian gas metan, dan alat berat (Ismeidi, 2009).
2.      Jenis sampah yang diproses TPA Kaliori
Berdasarkan hasil observasi dengan skoring yang disusun mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah sejenis Rumah Tangga dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 3/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah sejenis Rumah Tangga, jenis sampah yang masuk dan diproses di TPA Kaliori adalah sebagai berikut :
a.       Sampah yang masuk adalah sampah rumah tangga, sampah sejenis rumah tangga, dan residu yang bukan kategori B3
Hal ini sudah sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku. Sampah rumah tangga terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti sisa-sisa makanan baik yang sudah dimasak atau belum, bekas pembungkus baik kertas, plastik, daun, pakaian-pakaian bekas, bahan-bahan bacaan, perabot rumah tangga, daun-daunan dari kebun atau taman (Notoadmojo,2011). Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah rumah tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya (PP Nomor 81 Tahun 2012). Residu adalah sampah yang tidak dapat diolah dengan pemadatan, pengomposan, daur ulang materi dan/atau daur ulang energi. Residu sebagaimana dimaksud di atas adalah jenis residu yang tidak berkategori bahan berbahaya dan beracun atau mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun (Permen PU Nomor 3 Tahun 2013). Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 2013 menjelaskan bahwa sampah rumah tangga, sampah sejenis rumah tangga dan residu dapat di buang ke TPA sampai pada tahun 2025, setelahnya hanya residu yang dapat dibuang ke TPA.
b.      Tidak ada limbah cair yang berasal dari kegiatan rumah tangga yang ditimbun di TPA
Limbah cair domestik adalah air buangan yang berasal dari limbah rumah tangga, seperti air bekas cucian, dapur, kamar mandi, dan toilet. Limbah cair domestik mengandung 99,9% air dan 0,1% zat padat. Zat padat terdiri dari 85% protein; 25% karbohidrat; 10% lemak dan sisanya zat anorganik terutama butiran pasir, garam-garam dan logam (Doraja, dkk, 2012). Dalam pemrosesannya TPA Kaliori tidak mengizinkan masuknya limbah cair, termasuk limbah cair rumah tangga. Hal ini telah sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku.
c.       Tidak ada limbah berkategori bahan berbahaya dan beracun
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun menjelaskan bahwa bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. TPA Kaliori tidak mengizinkan masuknya limbah B3 untuk diproses, tempat-tempat atau institusi yang menghasilkan limbah B3 dikelola sendiri atau melalui bantuan pihak pengelola limbah B3. Dengan demikian TPA Kaliori telah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
d.      Tidak ada limbah medis pelayanan kesehatan
Limbah medis adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologis, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi (Depkes, 2006). Limbah medis ini harus diolah secara khusus dengan insenerator, sehingga tidak diperkenankan masuk ke TPA Kaliori. Hal ini berarti TPA Kaliori sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
e.       Tidak terdapat penyimpanan sementara bagi sampah yang berkategori B3 karena TPA Kaliori sendiri tidak menerima sampah dengan kategori B3.
f.       Tidak ada kegiatan peternakan di TPA
3.      Lokasi TPA
a.       Geologi
Secara geologis TPA Kaliori tidak berada pada daerah sesar atau patahan. Jarak terhadap patahan ditetapkan 100meter sebagai buffer tidak layak. Buffer TPA sampah befungsi untuk mencegah terjadinya pengaruh patahan terhadap konstruksi TPA sampah karena zona patahan merupakan zona lemah sehingga tidak stabil jika terimbas rombakan gelombang gempa (Wibowo, 2012). TPA Kaliori tidak berada pada daerah gunung berapi. Daerah bahaya erupsi gunung berapi dianggap tidak layak menjadi TPA karena erupsi gunung api akan membahayakan operasinya (Wibowo, 2012). TPA Kaliori juga tidak berada di daerah karst dan lahan gambut. TPA Kaliori berada pada lapisan tanah kedap air atau lempung. Material batuan berbutir halus seperti batu lempung dan napal mempunyai daya peredaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan material besar atau kristalin (Wibowo, 2012). Berdasarkan hal tersebut TPA Kaliori telah dianggap layak secara geologi untuk operasikan.
b.      Hidrogeologi
Secara hidrogeologi, TPA Kaliori memiliki kondisi muka air tanah tidak kurang dari 3 meter sehingga layak operasi. Semakin dangkal muka iar tanah, maka semakin mudah pencemaran terjadi, daerah dengan kedalaman muka air tanah kurang dari 3 meter dianggap tidak layan dijadikan TPA. Kondisi kelulusan tanahdi TPA Kaliori kurang dari 10-6cm/detik sehingga dapat mencegah kelongsoran tanah. Irawan A.B, dkk (2014) menjelaskan perlunya memperhatikan parameter kedudukan muka air tanah dan kelulusan tanah karena berhubungan dengan pencemaran air tanah. Jarak antara TPA Kaliori dengan sumber air minum kurang dari 100meter, hal ini dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air sumur. Menurut SNI No 03-3241-1994 dalam hal tidak adanya zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut maka harus diadakan masukan teknologi. TPA Kaliori sendiri telah memenuhi dua kriteria yang dipersyaratkan, namun terdapat satu kriteria yang belum terlaksana yaitu jarak dengan sumber air minum yang masih kurang dari 100m. Menurut penuturan pengelola TPA, dalam penanganan hal tersebut dilakukan penanganan lindi secara sistematis agar lindi menjadi efluen dan tidak mencemari sumber air minum warga.
c.       TPA Kaliori berada pada kemiringan kurang dari 20%
Kemiringan lereng berkaitan erat dengan kemudahan pekerjaan konstruksi dan operasional TPA. Semakin terjal suatu daerah semakin sulit konstruksi dan pengoperasiannya. Daerah dengan kemiringan lereng >20% dianggap tidak layak untuk menjadi TPA (Wibowo, 2012).
d.      TPA Kaliori berjarak >3000m dengan lapangan terbang yang di darati pesawat turbo jet, dan berjarak >1500m untuk lapangan yang didarati pesawat jenis lain.
e.       Jarak TPA Kaliori dengan pemukiman warga yaitu kurang dari 1km
Jarak TPA dengan pemukiman yang <1km akan berkaitan dengan faktor sosial, diantaranya pencemaran sumber air, udara, bau, dan permasalahan estetika (Anggraini, 2016). Anggraini, Fitrijani., Sri Darwati. 2016. Pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3421-1994 untuk Standarisasi Pemilahan Lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Regional. Jurnal Sosek Pekerjaan Umum. Vo 8 No 1:1-14.
f.       TPA Kaliori tidak berada di kawasan lindung/cagar alam sehingga tidak mengganggu aktivitas dan mencemari kawasan lindung tersebut.
g.      Lokasi TPA Kaliori bukan merupakan daerah banjir
Daerah berbakat banjir atau rawan banjir dianggap tidak layak menjadi TPA karena dapat merusak sarana prasarana TPA serta dapat menyebabkan pencemaran. Daerah yang layak bagi TPA harus terbatas dari banjir 25 tahunan (Wibowo, 2012).
h.      Membangun area tanaman penyangga di sekelilling lokasi TPA
Anggraini dan Sri (2016) menjelaskan pentingnya zona penyangga adalah untu mengantisipasi berbagai kemungkinan seperti pencemaran lintas daerah, kelangkaan sumber air, berfungsi pula mencegah genangan banjir dan longsor.
4.      Sarana Prasarana di TPA Kaliori
a.       Fasilitas dasar yang tersedia meliputi :
1)      Jalan masuk yaitu jalan masuk TPA dari gerbang bumi perkemahan hingga TPA
2)       jalan operasional yaitu jalur khusus pengoprasian alat berat dan truk sampah
3)       Listrik
4)      Drainase atau saluran air hujan yang mengelilingi TPA
5)      Air bersih
6)      Kantor
7)      Pagar yang terdiri dari pagar tembok, beton dan kawat duri
b.      Fasilitas perlindungan lingkungan yang tersedia meliputi : lapisan kedap air berupa jenis tanah merah dan tanah lempung, saluran pengumpul lindi dengan pipa bawah tanah dan saluran terbuka, instalasi pengolahan lindi, zona penyangga, sumur uji yangberada di dekat rumah kompos, dan penanganan gas.
c.       Fasilitas operasional yang tersedia meliputi : alat berat berupa bulldozer yang berguna untuk proses pemadatan, truk sampah dan truk tanah.
d.      Fasilitas penunjang yang tersedia adalah tempat pencucian alat berat, alat P3K, dan tempat parkir. Sedangkan untuk bengkel dan garasi belum tersedia, padahal bengkel sangat berguna apabila terdapat peralatan seperti alat berat atau truk yang rusak untuk di perbaiki. Dengan tidak adanya garasi semua peralatan di letakan saja di lapangan TPA, keadaan terbuka akan menyebabkan percepatan korosi dan merusak peralatan. Jembatan timbang juga belum tersedia, menurut penjelasan pengelola TPA jembatan timbang telah direncanakan pengadaanya dari tahun 2016 namun hingga kini belum tersedia. Pada TPA besar dimana kapasitas pembuangan telah melampaui 50 ton/hari maka dianjurkan penggunaan jembatan timbang untuk efisiensi dan ketepatan pendataan (Anggraini, 2016). Tidak tersedianya laboratorium juga dapat memperlama proses pemantauan pencemaran yang dilakukan.
e.       TPA Kaliori tidak di lengkapi dengan alat daur ulang. Menurut penjelasan pengelola TPA kegiatan daur ulang sebagian besar tela dilakukan oleh pemulung, sehingga tidak perlu lagi adanya kegiatan daur ulang yang berasal dari TPA sendiri.
f.       TPA Kaliori dilengkapi dengan alat pengomposan dan rumah kompos. Pengomposan atau dekomposisi merupakan peruraian dan pemantapan bahan-bahan organik secara biologi dalam temperatur yang tinggi dengan hasil akhir bahan yang bagus untuk digunakan ke tanah tanpa merugikan lingkungan (Kiswandayani, 2015). Pengkomposan yang dilakukan di TPA Kaliori dibantu dengan aktivator berupa EM4. Dalam rumah kompos ini terdiri dari ±12 bak dengan panjang 120cm, lebar 50cm, dan tinggi 50cm. Pemanenan kompos ini dilakukan setiap 1,5bulan sekali. Kompos yang dihasilkan akan dibagikan secara gratis kepada warga yang membutuhkan. Namun sayang keberadaan rumah kompos ini menyatu dengan rumah penjaga, sehingga dapat mempengaruhi kesehatannya.
g.      TPA Kaliori dilengkapi dengan Pengolahan Gas Metan. Pengelolaan Gas Metan ini dapat mengurangi cemaran udara dan mengurangi kemungkinan ledakan (Kiswandayani, 2015).
5.      Pemrosesan Akhir dan Pengoperasian TPA
a.       Pemadatan dan penimbunan dengan Controlled Lanfill, yang melalui tahap :
1)      Sampah masuk ke TPA dengan bantuan angkutan truk sampah (±120 ton sampah perharinya)
2)      Sampah dibuang di zona aktif, yakni zona dimana sampah yang masih bermanfaat dapat disortir oleh pemulung
3)      Alat berat berupa bulldozer meratakan sampah yang ada agar tidak berserakan
4)      Pemadatan sampah dilakukan 2 minggu sekali dengan kepadatan sampah <600kg/m3 karena keterbatasan alat berat. Penutupan tanah yang dilakukan juga 2 minggu sekali.
5)      Sampah yang sudah dipadatkan akan disusun di daerah atau zona kontrol dengan kemiringan zona kontrol kurang dari 20%
6)      Selanjutnya sampah yang sudah disusun ditutupi dengan tenda agar tidak terguyur hujan.
7)      Dengan demikian, vektor penyakit dapat dikendalikan.
b.      Pengolahan Lindi yang dilakukan melalu tahap :
1)      Pengaliran lindi menggunakan sistem gravitasi
2)      Pipa pengalir lindi tertimbun di dalam tanah dan saluran terbuka untuk dikumpulkan di bak pengelola
3)      Tersedia bak pengelola dan pengumpul lindi di bagian dataran yang lebih rendah dari TPA
4)      Lindi diolah agar menjadi efluent
c.       Penanganan Gas Metan dilakukan melalui tahap :
1)      Gas hasil dekomposisi sampah dialirkan melalui pipa tertimbun
2)      Gas yang dihasilkan dialirkan menuju tempat pengolahan
3)      Di tempat pengolahan gas ditambah beberapa reaktor
4)      Gas yang sudah diolah disalurkan ke warga sebagai sumber energi pengganti elpiji.

BAB IV
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang dilakukan maka dapat di simpulkan bahwa :
1.        Aspek jenis sampah yang diperbolehkan masuk dan dikelola di TPA Kaliori memperoleh nilai 10 dengan kategori baik
2.        Aspek lokasi TPA Kaliori memperoleh nilai 9,18 dengan kategori baik.
3.        Aspek sarana dan prasarana pengelolaan sampah di TPA memperoleh nilai 7,7 dengan kategori baik.
4.        Aspek pemrosesan dan pengoprasian sampah di TPA Kaliori memperoleh nilai 9 dengan kategori baik.
5.        Secara keseluruhan, pengelolaan sampah di TPA Kaliori memperoleh nilai 8,96 dengan kategori baik.
DAFTAR PUSTAKA
Amos, Noelaka. 2008. Kesadaran Lingkungan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Basryanta. 2007. Manajemen Sampah. Yogyakerta: Penerbit kasinus  (amggota IKAPI). 
Darnas, Yeggi. Studi Kelayakan Lokasi Tempat Pemrosesan Akhir TPA Samah Kabupaten Padang Pariaman. Seminar nasional sains dan teknologi lingkungan II. 19 Oktober 2016
Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia. 1994. Standar Nasional Indonesia Nomor 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA. Jakarta. Departemen Pekerjaan Umum
DKA. 2017. Bupati Libatkan PNS Dalam Kelola Sampah. Purwokerto: Kompas. (25 Februari 2017)
Doraja, P.H., Maya, Shovitri., N.D Kuswytasari. 2012. Biodegradasi Limbah Domestik dengan Menggunaan Inokulum Alami dari Tangki Septik. Jurnal Sains dan Seni. Diunduh melalui www. ejurnal2.its.ac.id/index.php/sains_seni/article/download/788/244 Institut Teknologi Sepuluh November Vol 1 No 1 September 2012.
Irawan, A.B. Yudono. 2014. Studi PA di Pulau Bintan Propinsi Kepulauan Riau. Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 12 Nomor 1 :1-11.
Ismeidi. 2009.  Evaluasi Sistem Pembuangan Akhir Sampah di TPA Ngadirojo Kota. Wonogiri. Tesis.  Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP-ITS, Surabaya.
Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Rumah Tangga. Jakarta. Kementrian Lingkungan Hidup
Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2008. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan. Jakarta.
Kementrian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan. 2016. Menyambut Hari Sampah Nasional 2016. Internet. Tersedia Pada Http://www.menlhk.go.id/Siaran-34-Menyambut-Hari-Peduli-Sampah-Nasional-2016.html
_____. 2015. Rangkaian HLH 2015 – Dialog Penanganan Sampah Plastik. Internet.http://www.menlh.go.id/rangkaian-hlh-2015-dialog-penanganan-sampah-plastik/. Diakses pada 21 Mei 2017.
Kiswandayani. 2015. Komposisi Sampah dan Potensi Emisi Gas Rumah Kaca pada Pengelolaan Sampah Domestik : Studi Kasus di TPA Winongo Kota Madiun. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan Vol 2 No 3. Diunduh melalui  http://jsal.ub.ac.id/index.php/jsal/article/view/239/172 pada 21 Mei 2017 pukul 10.55 WIB.
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah. Jakarta.
Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 3/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga. Jakarta. Menteri Pekerjaan Umum
Notoadmojo, Soekidjo. 2011. Kesehatan masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
Presiden Republik Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Jakarta.
Pollution Control Department. 2013. Thailand State of Pollution Report 2013. Ministry of Natural Resources and Environment.
Santoso, AJ Kurnia., MDE Kurnia., Sumaryoto. 2016. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kaliori sebagai Wisata edukasi di Kabupaten Banyumas dengan Penekanan pada Pengolahan Sekuen Ruang. Arsitektura. Universitas Sebelas Maret Vol 14 No 2, Oktober 2016.
Selintung, Mery., Achmad Z., Ellen A. 2013. Studi Karakteristik Sampah pada Tempat Pembuangan Akhir Kabupaten Maros. Diakses melalui http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/6740 pada 20 Mei 2017 pukul 22.13.
Soemirat, Juli. 2009. Kesehatan Lingkungan. Cetakan Kedelapan (Revisi). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press .
Suyono, dan Budiman. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC.
Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin, 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat Teoridan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.
Wibowo, Mardi. 2012. Aspek Geohidrologi dalam Penentuan Lokasi Tapak Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA). Jurnal Hidrosfir Indonesia. Vol 3 No 1 April 2012.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMERIKSAAN TELUR CACING PARASIT PADA FESES (METODE APUNG DENGAN DAN TANPA DISENTRIFUGASI SERTA METODE MODIFIKASI HARADA MORI)

Rindu

PEMERIKSAAN CACING TREMATODA PADA KEONG